Refleksi Sumpah Pemuda 1928 Dan NHD 2019


Beritacendana.com-Bulan Oktober merupakan bulan bersejarah dalam perjalanan Bangsa Indonesia, di mana tanggal 28 Oktober 1928 sebagai hari Sumpah Pemuda atau hari bersatunya Pemuda Indonesia dari Sabang sampai Merauke.

Kala itu pemuda dari berbagai daerah berkumpul bersama dalam kongres yang menghasilkan 3 poin penting yakni : Bertanah Air Satu Tanah Air Indonesia, Berbangsa Satu Bangsa Indonesia, Berbahasa Satu Bahasa Indonesia.

Tentu masih banyak peran Pemuda dalam perjalanan sejarah bangsa ini seperti peristiwa Rengas Dengklok 16 Agustus 1945, para Pemuda saat itu didampingi Wikani serta Chayrul Saleh dkk, menculik Soekarno dan  bung Hatta, mereka mendesak agar secepatnya memproklamirkan kemerdekaan Indonesia dan gerakan Mahasiswa 1966 yang menjadi awal kebangkitan Mahasiswa yang tergabung dalam Kelompok Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI), mereka memunculkan Tritura (Tiga Tuntutan Rakyat) yakni : bubarkan PKI, perombakan Kabinet Semira, dan turunkan harga sembako yang berhasil dengan peristiwa Supersemar, tanda berakhirnya Orde Lama dan membuka Orde Baru.

Peran Pemuda lainya yaitu gerakan Mahasiswa 1998 yang militansinya berhasil menurunkan Soeharto yang berkuasa selama 32 tahun, Akan tetapi, kejatuhan Soeharto hanyalah salah satu bagian dari proses perjuangan strategis menuju Indonesia baru; Indonesia demokratis yang sejahtera seadil-adilnya.

Kenyataan bahwa Soeharto jatuh akan tetapi mesin politiknya masih tetap terjaga sehingga ditengah jalan, kekuatan sisa Orde Baru kembali mengkonsolidasikan diri dan berhasil terus mendominasi pemerintahan paska reformasi. Di era milenial ini, setelah 74 tahun Indonesia merdeka, banyak pemuda terjerumus dalam berbagai aktifitas yang justru menunjukan betapa lunturnya semangat kebangsaan, misalnya ikut mempelajari paham radikal yang menghancurkan nilai pancasila, bergabung  dengan Isis , lebih mencintai budaya luar dari pada mengembangkan budaya lokal yang ada di daerahnya masing-masing dan lain-lain.

Lihat saja di setiap Kampus, banyak Mahasiswa tidak lagi bersuara karena takut tertekan dalam berbagai urusan akademik dan suara Mahasiswa yang mengandung kebenaran dianggap sampah oleh sekelompok elit. Inilah bentuk-bentuk pengekangan yang terjadi masa kini, bentuk penjajahan gaya baru penyebab lunturnya semangat Sumpah Pemuda.   
              
Di daerah saya NTT khususnya Kabupaten Timor Tengah Selatan, muncul sebuah istilah yang lagi viral yaitu NHD, sebuah singkatan dari bahasa dawan Nane Ho Derita yang artinya itu deritamu. Bagi sekolompok orang, ini adalah ungkapan biasa yang tidak berpengaruh bahkan diungkapkan semua kalangan baik dari usia kanak-kanak hingga lansia.

Di sosial media banyak yang menggunakan ungkapan ini dan menjadi konsumsi publik bahkan ketika ada yang membagikan berita kecelakaan, kolom komentar dipenuhi dengan kata NHD.  Apakah ini bagian dari bahasa pemersatu yang harus digaunkan ke publik? Tentu tidak. Sekali lagi tidak. Bagi saya, kita sedang mengalami kemunduran berbahasa yang signifikan. NHD adalah istilah yang sebenarnya menunjukan bahwa kita sedang mengalami krisis apatisme sosial yakni acuh terhadap penderitaan sesama. Belum lagi kalau istilah ini trend di kalangan pejabat publik, mereka akan melihat kemiskinan, pengangguran, sebagai derita mayarakat itu sendiri bahkan merasa tidak punya tanggungjawab untuk mengatasinya.
           
Inilah pelanggaran terhadap Sumpah Pemuda yang dikumandangkan seluruh Pemuda Indonesia 91 tahun yang lalu. Mempertahankan hal kecil saja tidak apalagi mempertahankan keutuhan NKRI. Ketahanan Nasional kini masuk dalam kategori kuning, demikian pernyataan Prof Ir Djagal Wiseso Marseno M.Agr beberapa waktu lalu. Hal ini dikarenakan beberapa gatra didalamya, seperti ketahanan idiologi, sosial budaya, politik dan sumberdaya alam sedang dalam keadaan rawan.

Karena itu, di era milenial ini, mari kita jaga keutuhan bangsa dengan kembali menghayati semangat Sumpah Pemuda. Idealisme Pemuda kini harus tetap sama. Sumpah Pemuda kalah itu tidak sekedar deklarasi saja, namun itu menjadi semangat yang membakar pejuangan, konsistensi hinngga 17 tahun setelahnya Indonesia bisa mencapai kemerdekaan. Kini kitapun harus tetap memiliki semangat untuk mempertahankan kemerdekaan yakni melawan penjajahan melenial yang datang dari berbagai bidang.

Penulis: Raymundus Tamonob, Aktivis PMKRI Cabang Kupang.

0/Komentar/Komentar

Lebih baru Lebih lama

Responsive Ad Slot

Responsive Ad Slot