PRJ Usai, Jakarta Policy Watch Desak Audit Total dan Soroti Monopoli yang Dibiarkan

Berita-Cendana.Com- Jakarta,- Pekan Raya Jakarta (PRJ) 2025 telah resmi ditutup, namun berbagai persoalan dalam penyelenggaraannya justru kembali menjadi sorotan publik.

Jakarta Policy Watch (JPW) mendesak agar Pemerintah Provinsi DKI Jakarta bersama Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) segera melakukan audit menyeluruh terhadap penyelenggaraan Pekan Raya Jakarta (PRJ) yang dinilai telah kehilangan transparansi dan ruh kerakyatannya.

"Usai penyelenggaraan PRJ, saatnya BPK mengaudit total tata kelolanya. Mulai dari pembagian keuntungan, kontrak kerja sama, hingga struktur pengelolaan. Pemprov DKI wajib menyampaikan hasilnya secara terbuka kepada publik," ujar Direktur Eksekutif JPW, Aznil Tan, di Jakarta, Senin (14/7/2025).

Menurut Aznil, audit menyeluruh penting dilakukan karena PRJ merupakan agenda resmi Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan dilaksanakan atas nama perayaan ulang tahun kota. Audit juga dibutuhkan untuk mengevaluasi sejauh mana PRJ benar-benar memberikan manfaat kepada warga Jakarta—terutama pelaku UMKM dan komunitas kebudayaan lokal.

“Jika agenda resmi pemerintah yang mengatasnamakan pesta rakyat dibiarkan tanpa audit, itu namanya pemerintah korup. Audit juga penting sebagai bahan evaluasi, apakah PRJ masih sesuai pada ruh awalnya, memberi tempat bagi UMKM dan seniman lokal. Jangan sampai Pak Gubernur Pramono Anung merusak reputasi sendiri dengan mengabaikan tuntutan publik ini,” tegas Aznil.

*Kontrak Abadi PRJ oleh Murdaya Poo*

JPW mengungkapkan bahwa penyelenggaraan PRJ mengandung indikasi kuat monopoli dan persaingan usaha yang tidak sehat.

"Ini bukan isu baru bahwa adanya indikasi kuat monopol. Sejak 2009, KPPU sudah secara resmi menyatakan adanya indikasi kuat praktik monopolitik di balik PRJ. Suara-suara keras sudah lama disuarakan, tapi sampai hari ini tidak ada tindak lanjut yang serius," ujar Aznil.

Aznil menambahkan, PRJ selama ini dikendalikan oleh PT Jakarta International Expo (JIExpo), perusahaan yang 87% sahamnya dimiliki kelompok usaha Murdaya Poo. Sementara itu, Pemprov DKI hanya menggenggam sekitar 13% saham.

"PRJ dikuasai satu entitas yang mengendalikan lahan, manajemen, bahkan aliran sponsor. Tidak ada ruang kompetisi. Tidak ada akses yang adil. Unsur monopoli sangat nyata. Pertanyaannya: apakah monopoli resmi kini dilindungi negara?" tegas Aznil Tan.

*Ancaman Hartati: Jangan Ganggu PRJ*

JPW tidak hanya mendorong Gubernur Pramono Anung melakukan audit, tetapi juga mendesak agar kontrak eksklusif JIExpo segera ditinjau ulang.

"Selama ini, penguasaan oleh Murdaya Poo berlangsung seperti kontrak abadi yang tak tersentuh audit publik, padahal menggunakan nama 'Jakarta' dan mengatasnamakan rakyat. Ini bentuk kooptasi simbolik dan praktik pemiskinan ruang kolektif," tegas Aznil.

JPW menegaskan bahwa saatnya Gubernur Pramono Anung melakukan koreksi struktural dan mengembalikan PRJ ke pangkuan rakyat. Kontrak eksklusif yang memberi dominasi tunggal harus dievaluasi.

"PRJ hari ini bukan pesta rakyat, tapi panggung elite bisnis. Bila tidak diaudit dan ditinjau ulang, maka Pemprov layak dicurigai ingin menikmati setoran sebagai broker kapitalisasi ruang kota, atau mungkin juga takut terhadap ancaman Hartati Murdaya," tutup Aznil Tan.

Sebagaimana diketahui, bos JIExpo, Hartati Murdaya, dalam sambutan pembukaan Jakarta Fair ke-43 di Kemayoran, Jakarta Pusat, Kamis 10 Juni 2010, pernah menyampaikan pesan tegas agar tak ada pihak yang 'mengganggu' pelaksanaan pameran akbar tahunan ini.

JIExpo mengklaim telah memberikan kontribusi besar bagi negara.

"PRJ tak pernah menggunakan uang negara. Kami secara teratur membayar pajak yang berlipat ganda dari penyelenggaraan sebelumnya," ujar Hartati Murdaya kala itu dalam pidatonya.(*).


0/Komentar/Komentar

Lebih baru Lebih lama

Responsive Ad Slot

Responsive Ad Slot