Araksi Resmi Laporkan Hakim Praperadilan Kasus Bawang Merah Malaka ke KY dan MA

Berita-Cendana.com– KUPANG, – Aliansi Rakyat Anti Korupsi Indonesia (Araksi) resmi melaporkan Hakim Tunggal perkara gugatan praperadilan Kasus Korupsi Bawang Merah Malaka, Sarlota Suek, SH., MH (bukan Rita Suek, red) ke Komisi Yudisial (KY) dan Mahkamah Agung (MA), karena diduga melanggar Kode Etik Kehakiman dalam memutus perkara gugatan praperadilan antara penggugat (Baharuddin Tony, red) dan tergugat (Polda NTT, red) yang memenangkan penggugat.


Demikian disampaikan Ketua Araksi, Alfred Baun dalam rilis tertulis yang diterima tim media ini melali pesan WhatsApp/Wa pada Senin (29/06/2021).


“Hakim Sarlota Suek diduga telah melanggar fakta hukum yang diajukan termohon dalam hal ini tim Hukum Polda NTT. Bahwa Fakta hukum sebagaimana dimaksud adalah bukti penyitaan uang korupsi sebesar Rp 615.000.000 dan 2 unit mobil pribadi milik para tersangka,” tulis Alfred Baun.


Menurut Alfred Baun, Araksi menduga Hakim Sarlota Suek telah melanggar Kode Etik Kehakiman dalam menangani  kasus praperadilan yang dilaporkan oleh Kuasa Hukum Tersangka Kasus Dugaan Korupsi  Bibit Bawang Merah di Kabupaten Malaka, Provinsi NTT atas nama Robertus Salu, SH.,MH pada tanggal 27 Mei 2021 di Pengadilan Negeri Kupang.


“Bahwa tersangka kasus dugaan korupsi bibit bawang merah yang dimaksud atas nama Baharuddin Tony ditetapkan sebagai salah satu tersangka dari 9 (sembilan) orang tersangka Kasus Korupsi Bawang Merah oleh penyidik Polda NTT tahun 2019 dan telah dinyatakan P21 oleh Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Tinggi NTT pada tanggal 6 Mei 2021,” jelasnya.


Alfred Baun membeberkan, bahwa pada tanggal 24 Mei 2021  Penasehat Hukum tersangka (Baharuddin Tony, red), Robertus Salu, SH., MH mengajukan gugatan praperadilan dengan dalil bahwa penetapan tersangka terhadap kliennya, Baharuddin Tony oleh Polda NTT (tergugat, red) tidak sah menurut hukum.


“Bahwa atas permohonan tersebut, Hakim Tunggal atas nama  Sarlota Suek, SH., MH memutuskan, mengabulkan permohonan praperadilan (penggugat) untuk seluruhnya,” ungkapnya.

 

Araksi, kata Alfred Baun, menilai Hakim Sarlota Suek juga mengabaikan Surat Penetapan P21 oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Tinggi NTT. “Hakim (Sarlota Suek, red) mengabaikan Hasil Penetapan Kerugian Negara  sebesar Rp. 4,9 Miliar dari Anggaran Bibit Bawang Merah di Dinas Pertanian Kabupaten Malaka oleh BPKP NTT,” tegasnya.


Lebih lanjut, Ketua Araksi itu mengungkapkan bahwa Hakim Sarlota Suek secara terang-terangan tidak bertindak untuk mendukung agenda pemberantasan korupsi di Indonesia. “Dengan demikian, Kami dari Araksi meminta kepada Komisi Yudisial agar segera melakukan pemeriksaan terhadap oknum Hakim tersebut (Sarlota Suek, red) dan sekaligus memutasi hakim tersebut dari wilayah pengadilan NTT,” imbuhnya.


Alfred Baun menegaskan, bahwa jika terbukti secara Hukum hakim tersebut melanggar  hukum atau etik Kehakiman, Araksi minta agar Hakim Sarlota Suek dihukum sesuai aturan hukum yang berlaku.


Terkait persoalan tersebut, Alfred Baun juga meminta  Badan Pengawas Mahkamah Agung agar segera memanggil dan memeriksa Hakim Sarlota Suek sebagai oknum hakim di Pengadilan Negeri Klas 1 Kupang NTT,.

 

Hakim Sarlota Suek (terlapor, red) yang dikonfirmasi anggota tim media ini melalui pesan WA pada Senin (29/06) pukul 15.25 Wita hinggal berita ini diturunkan, tidak menjawab walau telah melihat dan membaca pesan WA wartawan.


Seperti diberitakan sebelumnya (24/06/2021), Aliansi Rakyat Anti Korupsi Indonesia (Araksi) akan laporkan Hakim Tunggal Praperadilan kasus korupsi Bawang Merah Malaka, Sarlota Suek, SH., MH (bukan Rita Suek, red) ke Komisi Yudisial (KY), karena dinilai mengabaikan bukti-bukti dan fakta persidangan praperadilan sehingga memenangkan gugatan praperadilan tersangka.


 “Araksi akan segera bersurat ke Komisi Yudisial dan meminta agar Komisi Yudisial memeriksa Hakim SarlotaSuek. Kami juga akan laporkan ke Mahkamah Agung dan kepada Presiden Jokowi karena hakim tersebut tidak mendukung program nasional untuk pemberantasan korupsi,” ujarnya.


Menurut Alfred Baun, Hakim Sarlota Suek tidak memperhatikan bahwa negara sedang membutuhkan hakim-hakim kredibel, yang tidak berpihak kepada para koruptor.


"Kenapa? Karena Hakim mengabaikan bukti yang disita penyidik; seperti ada uang tunai hasil korupsi sekitar Rp 600 juta. Ada dua unit kendaraan yang disita. Kenapa disita? Karena ada pengakuan (pengakuan para tersangka, red), termasuk Tony Baharudin. Penyitaan berlaku bagi dia (Tony Baharuddin, red) juga," jelasnya.


Alfred Baun pun mengkitisi keputusan Hakim Sarlota Suek yang mengabulkan gugatan praperadilan dari tersangka Tony Baharudin seolah-olah Tony Baharudin tidak bersalah.


Alfred Baun berpendapat bahwa kewenangan putus bebas bukan ada pada hakim praperadilan, melainkan pada hakim tindak pidana korupsi.


"Yang paling fatal dari kesalahan Hakim (Sarlota Suek, red) adalah ia memutuskan (mengabulkan gugatan praperadilan, red), kemudian ia tegaskan untuk pemulihan nama baik, rehabilitasi nama baik," bebernya.


Menurut aktivis anti korupsi Ini, keputusan Hakim praperadilan, Sarlota Suek melampaui batas kewenangan Hakim praperadilan.


"Hakim ini kelewatan. Oleh karena itu, kita minta kepada Komisi Yudisial untuk segera mengambil langkah terhadap hakim ini," tegasnya.


Laporan Araksi yang akan dilayangkan Komisi Yudisial, lanjut Alfred Baun, sebagai kontrol publik terhadap hakim-hakim di NTT. “Karena kalau ada banyak Hakim dengan sikap seperti Hakim Sarlota Suek, maka tidak ada kemajuan penegakan hukum terhadap tindak pidana korupsi di NTT,” tegasnya. (YT/tim).

0/Komentar/Komentar

Lebih baru Lebih lama

Responsive Ad Slot

Responsive Ad Slot