SISWA DAN MAHASISWA KEMBALI TATAP MUKA NAMUN TAK MAKSIMAL

Berita-Cendana.com-Manggarai,-Pembelajaran tatap muka merupakan proses (kegiatan) belajar-mengajar yang dilakukan secara langsung (face to face) antara siswa atau mahasiswa dan pendidik di sekolah atau kampus (pendidik dan peserta didik). 

Pembelajaran tatap muka ini membuat mahasiswa atau siswa sangat senang, karena mereka secara langsung menyerap materi yang disampaikan atau yang diterima. Namun, dalam beberapa bulan (bahkan tahun) akhir-akhir ini, proses (kegiatan) belajar-mengajar di sekolah maupun di kampus ditiadakan akibat penyebaran Virus Corona yang semakin meluas.  Pandemi Covid-19 ini, membawa dampak perubahan yang signifikan dalam berbagai bidang kehidupan. Hal ini juga membawah dampak atau pengaruh besar dalam bidang pendidikan.


Seperti yang kita ketahui, bahwa pada umumnya  proses (kegiatan) belajar-mengajar lazimnya dilaksanakan secara langsung di sekolah. Namun, selama beberapa bulan terakhir, ada satu perubahan besar di dunia pendidikan, dimana proses pembelajaran dilakukan secara daring (online ) dan prosesnya dilangsungkan dari rumah. Kegiatan ini mengharuskan guru atau dosen juga orang tua untuk beradaptasi atau ikut serta aktif dalam kegiatan tersebut. Hal ini membutuhkan banyak waktu, karena kegiatan ini di satu sisi juga terdapat berbagai tantangan baik dari pihak pendidik maupun peserta didik. Misalnya, keterbatasan sarana komunikasi, minim (terganggunya) jaringan (sinyal) selama pelaksanaan pembelajaran secara online , dan sebagainya. 

Pada dasarnya, salah satu kunci keberhasilan dalam mencapai tujuan pendidikan (pembelajaran) adalah dengan menerapkan sistem pembelajaran yang tepat, akan tetapi seperti yang telah disinggung bahwa di masa pandemi Covid-19 banyak kendala yang terjadi pada sistem belajar dari rumah (online ), karena kebanyakan orang tua yang lebih memilih mengerjakan tugas anaknya. 

Penelitian (tulisan) ini bertujuan untuk mengetahui seberapa dampak belajar pendidikan mahasiswa dan siswa sebelum dan selama masa pandemi Covid-19. Manfaat dari tulisan ini juga untuk mengetahui dampak pembelajaran daring dan kegiatan efektif pembelajaran selama tatap muka. Metode yang digunakan dalam tulisan ini adalah penulis mengkaji dampak perubahan pada pelaksanaan Pendidikan (tatap muka dan online ) selama masa pandemi Covid-19. Metode yang digunakan dalam tulisan  ini adalah deskriptif observasi. Deskriptif observasi ini adalah sesuatu yang dilihat. Subjek dalam penelitian ini adalah pendidik dan peserta didik. Temuan dalam tulisan ini terdapat beberapa kegiatan efektif dalam pelaksanaan pembelajaran tatap muka saat pandemi covid-19. Dampak atau penyebabnya adalah kurangnya semangat saat belajar dari rumah, malas dan minimnya kemandirian peserta didik dalam mengerjakan tugas dikarenakan lebih senang bermain dan bahkan peserta didik memilih dan lebih mengandalkan orang tua untuk mengerjakan tugas-tugasnya. 

Untuk meminimalisir kendala tersebut sekolah atau kampus harus selalu senantiasa, memberi apresiasi kepada peserta didik yang mau mengerjakan tugas, dan melakukan kolaborasi dengan orang tua dengan menghadirkan pembelajaran yang lebih menarik.

Kata Kunci : Kembali Pembelajaran tatap muka mahasiswa dan siswa.

Sejak Covid-19 merajalela dan meluluh lantahkan segala bidang kehidupan di seluruh pelosok dunia, situasi hidup pun ikut berubah. Semuanya menjadi asing. Covid-19 menghancurkan tatanan kehidupan bersama. Kacau. Meluas di setiap sektor kehidupan tanpa kecuali. Misalnya, dalam sektor pendidikan, kehadiran wabah Covid-19 menyebabkan atau membawah perubahan yang total dalam model pembelajaran. Berawal dari tatap muka di sekolah hingga berujung dan “dipaksa bertahan layar kaca”, dari kebersamaan hingga keterasingan (kesendirian). Model pembelajaran yang baru ini tidaklah efektif. Sungguh membawah perbedaan yang besar.

Sejenak melihat kembali dan seiring berjalannya waktu, tepatnya hari Senin tanggal 7 Februari 2022, pembelajaran kembali of line atau bertatap muka serentak diaktifkan. Informasi yang datang dari sekolah dan kampus ini, membuat pelajar sangat senang, karena bisa bertemu dengan teman-teman. Kabar baik juga datang bagi mahasiswa yang sudah bosan dan jenuh dengan perkuliahan daring, membuat hati para mahasiswa dan siswa merdeka. Namun, hal ini tidak bertahan lama, karena beberapa minggu kemudian, kegiatan belajar-mengajar (tatap muka) ditiadakan lagi.  Hal ini menimbulkan dampak yang besar bahkan merugikan peserta didik, seperti tak tercapaian belajar yang tidak terpenuhi, penurunan kemampuan peserta didik, rentan putus sekolah, semakin melebarnya ketimpangan pengetahuan, dan terganggunya perkembangan emosi dan kesehatan psikologis.

Melihat kenyataan atau situasi seperti ini, untuk membuka kembali sekolah (tatap muka) di tengah situasi pandemi yang kian meluas, membutuhkan banyak pertimbangan, mengingat ganasnya virus ini belum juga selesai. Di satu pihak, jika  pelaksanaan (pembelajaran) tatap muka lakukan kembali secara normal, maka sangat dibutuhkan kerjasama yang baik dan sikap hati-hati yang tinggi. Protokol kesehatan sepenuhnya harus dipraktikkan secara ketat seturut aturan yang berlaku. Pada saat yang sama, pihak sekolah atau kampus perlu mengupayakan atau mengalokasikan waktu sebaik mungkin agar penurunan kemampuan peserta didik kembali dipulihkan juga supaya peserta didik memperoleh pengetahuan yang sesuai dengan kebutuhan mereka sehingga tidak semakin tertinggal akibat learning loss, mengingat kemampuan peserta didik selama masa online  ada banyak penurunan. 

Dunia pendidikan saat ini penuh dengan berbagai tantangan. Tantangan pertama yang dialami oleh pendidik adalah dari aspek peserta didik; seperti ketersediaan gawai, kuota dan jaringan internet. Seringkali ditemukan, peserta didik yang memiliki gawai dengan spesifikasi yang terbatas atau bahkan mesti bergantian memakai gawai tersebut dengan anggota keluarga lainnya. Belum lagi dengan jaringan internet yang sangat beragam kekuatannya tergantung kondisi lingkungan rumah, disamping itu juga kuota yang diperlukan tidaklah sedikit. Tantangan selanjutnya adalah ancaman learning loss. Dilansir dari edglossary.org, learning loss adalah hilangnya pengetahuan dan keterampilan peserta didik baik secara umum maupun khusus ataupun kemunduran akademis, yang terjadi karena kesenjangan yang berkepanjangan atau ketidakberlangsungannya proses pendidikan. Learning loss ini dapat terjadi pada peserta didik di masa pandemi ini terlebih bila mereka tidak memiliki akses untuk belajar daring.

Selama masa pandemi, para pendidik memiliki rasa kangen atau ingin bertemu dengan peserta didiknya. Begitu juga dengan anak-anak, sudah memiliki rasa pendam untuk segera bertemu dan berinteraksi kembali bersama teman-temannya. Orang tua banyak juga yang ingin sekolah segera dibuka karena kesulitan mengajari anak karena minat belajar anak cenderung menurun. Namun, ada juga orang tua yang masih ragu, dilema atau khawatir terhadap kesehatan dan keselamatan anaknya.”

Saat semua pelajar mulai masuk sekolah atau kampus kembali, sekolah atau kampus  perlu segera melakukan asesmen pembelajaran pada semua peserta didiknya untuk melihat titik awal (baseline) kemampuan peserta didik setelah berbulan-bulan menjalani pembelajaran yang minimal dan tidak teratur. Asesmen pembelajaran ini penting dilakukan karena sarana belajar dan dukungan orang tua sangat beragam dalam mendukung peserta didik  menjalani pembelajaran jarak jauh pada masa pandemi. Kondisi ini menyebabkan ketimpangan pembelajaran antar peserta didik  makin lebar. Peserta didik  dengan sarana dan dukungan terbatas paling merasakan dampak negatif dari dihentikannya kegiatan belajar di sekolah. Tanpa intervensi khusus saat sekolah atau kampus  dibuka kembali, peserta didik dari keluarga berstatus sosio ekonomi rendah akan semakin jauh tertinggal dari peserta didik berstatus sosio ekonomi tinggi.

Kabar itu semestinya menjadi angin segar. Lebih lanjut, bisa mendapatkan perhatian dan kesiapan bagi perguruan tinggi. Kampus harus segera berbenah dan menyusun mitigasi untuk meminimalkan potensi penularan Covid-19 saat perkuliahan dijalankan secara tatap muka. Meskipun, di beberapa kampus sudah memberlakukan protokol kesehatan bagi dosen dan tenaga pendidik lain yang masih harus bekerja di kampus.

Kegiatan pembelajaran merupakan suatu proses rekayasa situasi dan lingkungan untuk memberikan pengalaman belajar pada siswa. Sadiman (2020) menyebutkan bahwa dalam pembelajaran terdapat dua proses, yaitu proses belajar (oleh siswa atau mahasiswa), dan proses membelajarkan yang dilakukan guru atau dosen.

Belajar dapat berlangsung kapan saja, di mana saja, dengan siapa saja, bahkan dalam situasi apa saja. Belajar merupakan suatu proses interaksi antara seorang individu (peserta didik) dengan sumber belajar. Sedangkan pendidik  adalah salah satu sumber belajar. Pengertian dasar ini akan membawa kita untuk memahami bagaimana menghadapi kondisi pembelajaran di masa pandemi ataupun masa pasca pandemi. Intinya pada situasi apapun pendidik harus mampu menciptakan situasi agar peserta didik dapat dan harus belajar. Bahkan kalau ditinjau dari sisi optimisme, situasi pandemi ataupun pasca pandemi juga merupakan sumber belajar yang sangat berharga dengan sumber belajar. Sedangkan pendidik  adalah salah satu sumber belajar. 

Untuk menjalankan pembelajaran fully online  tentu saja diperlukan sejumlah perangkat pendukung, seperti infrastruktur, sistem dan aplikasi, konten atau media pembelajaran digital, dan juga sumber daya manusia yang memadai. Penerapannya juga perlu kesiapan dari peserta didik itu sendiri. Walaupun begitu, pandemi telah memberikan pembelajaran yang sangat penting. Tanpa kesiapan itu semua, semua guru dan siswa di Indonesia (bahkan di seluruh belahan dunia) terjun bebas memasuki masa pembelajaran jarak jauh (online ). Survei yang dilakukan terhadap lebih dari lima ribu siswa, mayoritas siswa menyatakan ingin pembelajaran kembali tatap muka (Kusnandar 2021). Dengan begitu maka kebijakan untuk kembali membuka sekolah tatap muka sangat bijaksana. Akan tetapi tentu saja tidak dapat kembali ke awal sebagaimana kelas tradisional. Pembatasan jumlah siswa dan jadwal masuk kelas secara bergilir merupakan keniscayaan bagi guru untuk memberikan layanan pembelajaran secara blended, yaitu memadukan antara kegiatan belajar di rumah dengan kegiatan belajar tatap muka di sekolah. Di antara pendekatan blended, ada satu model pembelajaran yang saat ini banyak diminati dan diterapkan oleh para guru di sekolah, yaitu model flipped classroom. Secara bahasa flipped classroom berarti kelas yang dibalik, yaitu yang dimaksudkan adalah suatu model yang membalik kebiasaan dalam pembelajaran tradisional.

Namun proses pembelajaran tatap muka atau offline ini tidak menstabilkan seratus persen(100/%), dikarenakan masih banyak yang terkena penyakit Covid-19 ini.

Keadaan ini membuat para pelajar malas untuk belajar karena dari   Pembelajaran tatap muka ke online.

Penyebab yang pertama yaitu:

1. Perbedaan Suasana.

Penyebab peserta didik  malas belajar online  yang pertama adalah adanya perbedaan suasana antara belajar di rumah maupun di sekolah atau kampus. Peserta didik  sudah sangat terbiasa menjadikan sekolah atau kampus untuk tempat belajar sedangkan rumah sebagai tempat untuk beristirahat. Sehingga ketika pembelajaran dilakukan di rumah akan ada perbedaan suasana yang besar dan tidak terasa nyaman. Tidak ada guru atau dosen  yang hadir untuk memfasilitasi pembelajaran serta tidak ada teman sekelas untuk berbudaya juga berdampak pada malas belajar online . Selain itu, tidak semua rumah memiliki tempat khusus yang tenang dan nyaman untuk peserta didik belajar.

2. Koneksi Internet yang Tidak Mendukung.

Penyebab peserta didik juga malas belajar online  adalah jaringan internet yang tidak mendukung. Di beberapa daerah di Indonesia, sinyal tidak mudah sehingga kualitas internet sangat tidak mendukung untuk pembelajaran. Pada pembelajaran online, internet merupakan hal yang paling utama dibutuhkan. Selain kelas diadakan melalui aplikasi online  seperti zoom dan google meet, mengumpulkan tugas juga harus dilakukan secara online. Banyak peserta didik merasa takut tidak dapat mengumpulkan tugas tepat waktu karena lambatnya jaringan internet.

Tidak hanya itu, materi pelajaran pada pembelajaran online juga didapatkan dengan cara download melalui internet yang membutuhkan banyak waktu dan kuota. Sehingga peserta didik tidak hanya dibebani oleh pembelajaran tetapi juga oleh koneksi internet dan uang yang dihabiskan untuk membeli kuota. Masalah malas belajar online tidak hanya harus diatasi oleh peserta didik tetapi juga oleh guru atau dosen.

Guru atau dosen memberikan tugas yang tidak terlalu banyak serta menjelaskan sebaik-baiknya hingga peserta didik mengerti. Selain itu, guru atau dosen juga harus memahami bahwa tidak semua koneksi internet peserta didik bagus dan stabil sehingga mungkin menggunakan materi ajar yang tidak terlalu berat untuk diunduh.(BCC).

Penulis: YOSEF SARDIN, Mahasiswa Semester II Prodi PGSD Unika Santu Paulus Ruteng.




0/Komentar/Komentar

Lebih baru Lebih lama

Responsive Ad Slot

Responsive Ad Slot