DPD RI PERWAKILAN NTT, SOSIALISASI 4 PILAR KEBANGSAAN



Beritacendana.com- Kupang,-Dewan Perwakilan Daerah  Republik Indoneaia perwakilan Nusa Tenggara Timur, menggelar Sosialisai Empat pilar kebangsaan (Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Bhineka Tunggal Ika). Berlangsung di Aula Kantor DPD RI NTT. Selasa,(26/11/2019) sore.

Berdasarkan pantauan media ini sebagai Narasumber pada sosialisai tersebut, Anggota DPD RI perwakilan NTT Hilda Riwu Kore Manafe, Koordinator divisi advokasi Komunitas Peace Maker Kupang (Kompak) Ningsi Bunga, Anggota DPRD NTT Periode 2014-2019 Winston Neil Rondo. Serta diikuti oleh 100 Pemuda-pemudi yang berasal dari Kompak  Se-Kelurahan Kota Kupang.

Dalam materi yang disampaikan Ningsih Bunga, bahwa empat pilar kebangsaan merupakan gagasan yang  menjadi kajian Kompak untuk menyuarakan keberagaman, kesetaraan, dan perdamaian di Kota Kupang.

Ia juga mengatakan saat ini yang menjadi kegelisahan generasi yakni, tidak semua pemuda bertemu untuk membahas isu-isu kebaikan dan kemanusiaan, sehingga kurangnya kegiatan bersama, serta banyak media yang tidak memfilterkan informasi yang merusak keberagaman.

"Pada acara Rosi di Net Tv itu pada baru-baru ini, secara rekam jejak bahwa, orang-orang dengan sikap intoleran dan ekstimisme pada tahun 2017 teehitung 10 %, tetapi sampai pada Tahun 2019 ini sudah meningkat menjadi 22%, inilah yang menjadi kegelisahan kami,".

Menurutnya,  perbedaan sebagai keberagaman, seharusnya  menjadi suatu kesadaran dalam bangsa, namun yang ditemukan adalah sikap apatis dan tidak mau aktif, sehingga dari hal ini yang membuat bangsa Indonesia dapat dipengaruhi.

"Kita sebagai manusia yang ingin mengemas perbedaan ini sebagai keindahan pelangi, namun masih saja ada sikap acuh, pasif, dan banyak sekali orang-orang kita yang dipengaruhi oleh isu-isu profokasi demi kepentingan politik," katanya.

Kemudian dalam materi yang disampaikan Winston Neil Rondo bahwa,  setiap isu yang dimainkan demi kepentingan selalu pada momentum politik, dengan menggunakan suku, Ras dan Agama. Hal tersebut membuktikan bahwa adanya proses radikalisme sistematis melalui penguatan suatu identitas yang sikapnya simbolik terkemuka dalam sebuah pencitraan untuk merebut atau mempertahankan kekuasaan.

Lanjutnya, masalah tersebut disebabkan lemahnya peran dan leadership aktor Negara dalam menentukan eskalasi konflik, dan proses penegakan hukum, yang cenderung ada pembiaran terhadap kejadian kekerasan dan amuk masa, serta mayoritas agama dan komunitas cinta damai kalah dibanding minoritas yang vokal dan militan.

Menurut Winston, terkait praktek kekerasan dan intoleransi diberbagai Daerah dan pada tingkat Nasional ternyata memiliki pola gejala, indikasi dan peran aktor relatif sama. "Yakni Negara alpa dalam tugas dan konstitusional untuk perlindungan keberagaman," ungkapnya.

Oleh karena itu Winston menyampaikan tindakan perubahan baik yang harus didesak dalam tubuh kebangsaan yakni, membangun kesadaran mayoritas diam melalui kampanye dan advokasi kreatif demi kesadaran masyarakat serta edukasikan lewat media, sebagai prioritas kunci dalam memvisualisasi kesadaran dengan perkembangan informasi dan media kratif sebagai sarana dialog.

Kemudian budaya harus menjadi pintu masuk agar dapat menemukan kekuatan bersama dan membangun pembinaan perdamaian dalam mempersiapkan kader muda bangsa yang pro terhadap keragaman demi menggalang solidaritas dengan tujuan Pemerintah tegas dan konsisten dalam penegakan hukum.

"Perlu diadvokasi berbagai regulasi dan kebijakan yang menentang RUU KUB, SKB bahkan Peraturan Daerah terkait keberagaman," tandas Winston.

Senator asal NTT Hilda Riwu Kore Manafe, dalam menyampaikan materi bahwa, terkait intoleran dan ekstrimisme yang menjadi kegelisahan saat ini, perlu di tegakan empat pilar kebangsaan dalam jiwa warga Negara Indonesia.

Empat pilar tersebut diantaranya, Pancasila sebagai kepribadian dan pandangan hidup bangsa Indonesia karena bersumber dari kebudayaan dan dasar hukum yang berlaku pada struktur UUD 1945.

Pancasila yang berlaku saat ini adalah konseptualisasi panjang terkait ideologi dan gerakan yang berjalan beriringan dengan penemuan Indonesia sebagai indentitas kebangsaan bersama," jelasnya".

Ia melanjutkan secara garis besar,  pilar UUD 1945 merupakan konstitusi hukum dasar dalam mengisi sistem politik, yaitu cita-cita kemerdekaan, dan prinsip dasar wajib, bagi pemerintahan demi kehidupan bernegara.

Kemudian NKRI adalah komitmen untuk mewadahi kemajemukan bangsa Indonesia, dengan berpedoman pada Bhineka Tunggal Ika, artinya berbeda-beda tetapi tetap satu."tutupnya".

Yulius Tamonob.

0/Komentar/Komentar

Lebih baru Lebih lama

Responsive Ad Slot

Responsive Ad Slot