Masyarakat Bena Terancam Gagal Tanam, Gegara Tindakan Oknum Pol PP & Massa


Berita-Cendana.com- TTS,- Masyarakat Desa Bena Kecamatan Amanuban Selatan Kabupaten TTS terancam gagal tanam gara-gara tindakan oknum Polisi Pamong Praja Pol PP (AN) dengan massa merusak padi yang siap tanam milik masyarakat Desa itu, serta merusakan pematang sawah yang telah disiapkan.


Demikian video yang diperoleh tim media ini berdurasi 7 menit 52 detik pada hari Senin malam. Tindakan tak terpuji itu dilakukan pada hari Minggu, (19/02/2023). Sejak pukul: 14:00- 22:00.


"Diketahui juga oknum Pol PP TTS itu memimpin massa sekitar 50 orang untuk melakukan tindakan pengrusakan pematang sawah dan padi siap tanam itu. Pematang dan padi yang rusak terhitung 50-an hektar, oleh karena itu masyarakat terancam gagal tanam pada tahun 2023. Tentunya masyarakat Desa Bena akan gagal panen juga," demikian disampaikan oleh Praktisi Hukum sekaligus Pemerhati Masalah Sosial Kemasyarakatan TTS, Ampera Seke Selan, SH., MH. via telepon hari Rabu, (21/02/2023) pagi.


Menurut Pemerhati Masalah Sosial TTS, Ampera Seke Selan bahwa, oknum Pol PP itu mengaku sebagai Raja. Tetapi tindakannya tidak menunjukan seperti raja, tetapi seperti preman kampung yang masuk dalam sawah.


Lanjutnya, kalau raja itu berarti memerintah rakyat untuk bekerja keras untuk mendapatkan hasil yang melimpah demi kemakmuran rakyat nya. Tapi aneh dengan raja 1 ini, bukannya membantu masyarakat untuk sejahtera malah melakukan pengrusakan terhadap kerja masyarakat. Sebagai Raja harus melindungi, mengayomi dan mendorong masyarakat untuk kerja keras demi kesejahteraan bukan melakukan pengrusakan, tegasnya.


Selain itu Ampera Seke Selan, SH.MH minta Polres TTS dengan secepatnya mengambil tindakan untuk melakukan proses hukum terhadap orang-orang yang berperilaku tidak menyenangkan masyarakat itu, jelasnya.


Lanjutnya, Polres TTS segera tangkap para pelaku pengrusakan itu untuk proses hukum sehingga mendapatkan efek jera terhadap pelaku agar tidak terulang lagi dikemudian hari, harap Pemerhati Sosial Kemasyarakatan TTS itu.


Menurutnya, sebagai aparat negara wajib mendukung pemerintah pusat, pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten dalam menghadapi krisis ekonomi atau resesi ekonomi yang akan datang. Bukan melakukan tindakan yang melawan instruksi pemerintah dalam hal menghadapi krisis pangan tahun 2023 itu, tegas Praktisi Hukum TTS.


Lanjutnya, Oknum Pol PP tersebut sangat kontradiktif dengan program Gubernur NTT untuk menghadapi krisis pangan tahun 2023, Gubernur Viktor Bungtilu Laiskodat dan Bupati TTS Egusem Pieter Tahun, turun ke masyarakat untuk memberi arahan serta benih padi dan jagung agar masyarakat boleh menanam untuk kesejahteraan rumah tangga. 


Dalam instruksi Gubernur NTT menggerakkan seluruh lapisan masyarakat untuk segera menanam jagung dan padi, agar lumbung masyarakat tetap tersedia dengan makanan pokok. Tetapi oknum POL PP tersebut sangat kontradiktif dengan program Gubernur NTT dan Bupati TTS itu. Itu pertanda bahwa oknum Pol PP (AN) sadar atau tidak, (AN) telah melawan program pemerintah Pusat hingga daerah terkait ketahanan pangan Nasional, jelas Ampera.


Selain itu juga Ampera tegaskan bahwa hak ulayat ini,  berlakunya undang-undang Pokok Agraria (UUPA) hak ulayat itu semakin dipersempit. Karena hak ulayat itu rakyat membayar upeti kepada raja tapi ini masyarakat membayar pajak kepada negara sehingga itu terbukti sebagai milik perorangan bukan milik raja lagi, jadi masyarakat harus menjaga pemberian dari orang tuanya yang sudah membagikan kepada masyarakat yang menjadi hak milik masyarakat, bebernya.


Setelah berlakunya UUPA tahun 1960, semua tanah, baik hak atas tanah yang berasal dari hukum adat atau hak atas tanah yang berasal dari hukum barat. Dikonversi menjadi hak-hak tanah menurut UUPA. Ketentuan konversi ini diantaranya diatur dalam Bagian Kedua Ketentuan tentang ketentuan-ketentuan Konversi UUPA, Keppres No. 32 Tahun 1979 dan Permendagri No. 3 Tahun 1979. Hak atas tanah yang berasal dari hukum barat dikonversi menjadi hak-hak yang ada dalam UUPA (Hak Guna Bangunan (HGB), Hak Guna Usaha (HGU), Hak Pakai (HP) ) dan diberikan jangka waktu untuk dikonversi selama sisa waktu.


Tonton video saat melakukan Pengrusakan oleh AS bersama massa




Hak yang bersangkutan, namun paling lama 20 tahun sejak berlakunya UUPA, yaitu pada 24 September 1980. Jika jangka waktu tersebut telah selesai, maka demi hukum tanah tersebut menjadi tanah yang dikuasai langsung oleh Negara atau biasa disebut dengan tanah Negara.(Tim).



0/Komentar/Komentar

Lebih baru Lebih lama

Responsive Ad Slot

Responsive Ad Slot