Opini: Politik Tahun 2024 Penuh Tanda Tanya


Berita-Cendana.Com- Kupang,- Indonesia merupakan salah satu negara yang menganut sistem demokrasi, maka sebagai cerminan diselenggarakan Pemilihan Umum (Pemilu) yang berlangsung setiap lima tahun sekali.


Sesuai amanat dari Konstitusi UUD 1945 pasal 22E yang menyebutkan bahwa Pemilu diselenggarakan untuk memilih Presiden, Wakil Presiden, anggota DPR, DPD dan DPRD Provinsi dan Kabupaten/Kota berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil.


Gunawan Sumodiningrat dan Ary Ginanjar Agustian dalam bukunya mencintai Bangsa dan Negara Pegangan dalam Hidup Berbangsa dan Bernegara di Indonesia (2008) mencatat demokrasi adalah bentuk pemerintahan di mana semua warga negaranya memiliki hak setara dalam pengambilan keputusan yang dapat mengubah hidup mereka. 


Demokrasi mengizinkan warga negara berpartisipasi secara langsung atau melalui perwakilan dalam perumusan, pengembangan dan pembuatan hukum.

Suksesnya pelaksanaan Pemilu adalah salah satu tolak ukur keberhasilan sebuah bangsa dalam melaksanakan sistem demokrasi dan Partisipasi masyarakat adalah salah satu indikator keberhasilan pelaksanaan pemilu.


Partisipasi masyarakat secara konvensional mencakup tindakan seperti, ikut mengawasi pelaksanaan seluruh tahapan pemilu, terlibat sebagai penyelenggara pemilu, ikut mencalonkan diri sebagai Calon Anggota Legislatif, Dewan Perwakilan Daerah Hingga Presiden dan Wakil Presiden serta memberikan suara dalam pemilihan umum.


Indonesia dalam menyelenggarakan

pemilihan umum pada tanggal 14 Februari Tahun 2024 sedang dilanda  Sengketa sistem Proporsional yang akan digunakan pada pemilu tahun depan sedang di bergulir di Mahkamah Konstitusi (MK). 


Masyarakat sedang menanti putusan ini. apakah sistem yang digunakan pada Pemilu kali ini adalah sistem proporsional terbuka atau sistem proporsional tertutup. Putusan MK nantinya akan berdampak pada partisipasi masyarakat khususnya datang ke Tempat Pemungutan Suara (TPS) dan memberikan suara dalam Pemilu 2024 nanti.


Jika MK memutuskan bahwa sistem proporsional tertutup yang akan digunakan dalam pemilu Tahun 2024 nanti maka menurut hemat saya partisipasi masyarakat untuk datang ke TPS dan memberikan suara akan berkurang karena sistem proporsional tertutup ini dinilai tidak mewakili suara masyarakat karena masyarakat tidak langsung menentukan figur yang dipercaya untuk mewakili mereka sebagai wadah menyalurkan aspirasi mereka karena masyarakat akan memilih partai dan internal partai politiklah yang akan menentukan berdasarkan nomor urut. Sistem ini juga ditakutkan akan menjadi sarana balas dendam elit partai yang tidak populer dan tidak disukai masyarakat.


Jika MK memutuskan bahwa sistem proporsional terbuka maka partisipasi masyarakat akan meningkat karena sistem ini dinilai lebih mewakili suara masyarakat karena masyarakat memiliki hak untuk memilih atas setiap individu yang pantas untuk mewakili mereka untuk menyalurkan aspirasi mereka. Sistem ini juga adalah transisi dari catatan gelap terhadap sistem proporsional tertutup yang pernah digunakan pada pemilu sebelumnya.


Lebih lengkapnya mari kita lihat lebih detail tentang kelebihan dan kekurangan dari kedua sistem ini.


*Sistem Proporsional Tertutup.


Surat suara hanya menampilkan logo partai tanpa daftar nama calon legislatif (caleg).


Calon anggota parlemen ditentukan oleh internal partai politik (parpol) dan disusun berdasarkan nomor urut.


Calon anggota lembaga legislatif ditentukan oleh nomor urut. 


*Sistem Proporsional Terbuka.


Surat suara memuat data lengkap tiap caleg meliputi logo parpol, nama kader, foto, dan nomor urut.


Pemilih dapat mencoblos atau mencoret kertas (sesuai petunjuk teknis Pemilu masing-masing negara) pada kotak yang berisi nama caleg.


Penetapan pemilih dihitung dari suara terbanyak meskipun tidak berada di nomor urut tertinggi.


(Penulis: Dedan Median Ati, S.Pd

Guru: Sekolah Menengah Pertama Kristen (SMTK) Putun).

1/Komentar/Komentar

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Responsive Ad Slot

Responsive Ad Slot