Berita-Cendana.Com- Jakarta,- Policy Watch menyuarakan desakan agar Pekan Raya Jakarta (PRJ) dikembalikan ke semangat awalnya sebagai pesta rakyat terbuka, bukan lagi ajang komersial tertutup yang menyingkirkan akses warga berpenghasilan rendah. Pada Selasa, 8 Juli 2025.
PRJ yang diselenggarakan setiap tahun dalam rangka memperingati ulang tahun Kota Jakarta pertama kali digelar pada 1968 di Lapangan Monas atas inisiatif Gubernur Ali Sadikin. Kala itu, PRJ hadir sebagai hiburan rakyat, terbuka dan bisa dinikmati semua kalangan tanpa pungutan tiket masuk.
Namun kini, penyelenggaraan PRJ dinilai semakin menjauh dari roh awalnya. Lokasi penyelenggaraan di JIExpo Kemayoran, yang merupakan kawasan pameran tertutup dan dikelola oleh pihak swasta, dianggap kurang representatif sebagai ruang publik.
“PRJ adalah perayaan ulang tahun Jakarta. Seharusnya jadi pesta rakyat, bukan ajang jualan korporasi atau bisnis eksklusif. Kini, PRJ tak ubahnya exhibition berbayar di gedung pameran. Lalu di mana letak pesta rakyatnya? Ironis lagi, warga Jakarta justru terasing karena mahalnya tiket,” ujar Aznil Tan, Direktur Eksekutif Jakarta Policy Watch.
Sejumlah warga Jakarta yang menghadiri PRJ tahun ini juga menyampaikan keluhan serupa. Selain tingginya harga tiket masuk, banyak yang mengeluhkan antrean panjang, kemacetan menuju lokasi, dan minimnya kenyamanan fasilitas di JIExpo Kemayoran.
Kesulitan mendapatkan lahan parkir, tingginya tarif parkir resmi, hingga maraknya parkir liar di sekitar area semakin memperburuk pengalaman pengunjung.
“Masalah ini terus berulang setiap tahun. Tiket masuk mahal, akses menuju lokasi macet, parkir sulit dan mahal, bahkan muncul parkir liar yang meresahkan. PRJ di Kemayoran ini tidak nyaman lagi untuk warga,” jelasnya.
*Usul Pemindahan PRJ ke Ancol*
Jakarta Policy Watch mengusulkan agar penyelenggaraan Pekan Raya Jakarta (PRJ) dipindahkan dari JIExpo Kemayoran ke kawasan Ancol, sebuah ruang terbuka luas milik publik yang dikelola oleh Pemprov DKI Jakarta melalui BUMD PT Pembangunan Jaya Ancol.
Dari sisi daya tampung dan keterbukaan, Ancol menawarkan keunggulan signifikan. Dengan luas sekitar 550 hektar, kawasan ini memiliki kapasitas lebih dari 12 kali lipat dibandingkan JIExpo Kemayoran yang hanya sekitar 44 hektar.
“Luas Ancol 12 kali lipat dari JIExpo Kemayoran. Skala ini memberikan ruang yang jauh lebih fleksibel, inklusif, dan layak untuk menyelenggarakan pesta rakyat berskala besar tanpa menimbulkan penumpukan atau pembatasan akses,” papar Aznil Tan,
Lebih dari sekadar aspek teknis, Aznil juga menilai Ancol memiliki keunggulan simbolik dan geografis yang tak dimiliki oleh JIExpo. Terletak langsung di tepi laut, Ancol merepresentasikan identitas Jakarta sebagai kota pelabuhan sekaligus mencerminkan wajah Indonesia sebagai negara kepulauan dan maritim.
“Ancol bukan sekadar lokasi wisata, tapi simbol ruang kota yang terbuka dan inklusif. Ia menyatu dengan laut, langit, dan kehidupan publik. Ini jauh lebih sesuai untuk PRJ yang ingin kembali ke rohnya sebagai pesta rakyat,” lanjutnya.
Keberadaan pantai dan cakrawala terbuka di Ancol juga menghadirkan suasana yang segar, merdeka, dan alami—sebuah ruang kontemplatif sekaligus panggung rakyat yang selaras dengan semangat kebersamaan dan perayaan kota.
*Menggratiskan Akses Masuk PRJ*
Aznil menegaskan bahwa orientasi PRJ perlu dikembalikan dari festival korporat menjadi ajang partisipasi publik. Menurutnya, keberhasilan PRJ tidak semata diukur dari banyaknya sponsor atau brand besar yang hadir, melainkan dari sejauh mana rakyat dapat menikmati dan merasa memiliki perayaan kotanya sendiri.
“Gratis pun PRJ tetap untung, karena yang tumbuh adalah ekonomi rakyat. Dan yang jauh lebih penting dari untung rugi adalah rasa keadilan dan kebersamaan dalam merayakan Jakarta,” pungkasnya.
Ia menambahkan bahwa PRJ sejatinya adalah bentuk hiburan rakyat, sehingga pemerintah seharusnya tidak berorientasi profit, melainkan menjadikannya sebagai bentuk pelayanan publik. Dalam kerangka itu, Pemprov DKI Jakarta dituntut konsisten membangun kota yang menganut prinsip Welfare State.
“Jika digratiskan selama PRJ, dampak ekonominya tetap besar karena transaksi UMKM, hiburan rakyat, dan aktivitas sosial tetap bergerak. Sebagai kota global, Jakarta seharusnya memberi contoh penerapan prinsip Welfare State,” ujar Aznil.
*Tuntutan dan Rekomendasi*
Jakarta Policy Watch secara tegas merekomendasikan kepada Pemprov DKI Jakarta, panitia PRJ, dan BUMD terkait untuk:
1. Memindahkan lokasi PRJ dari JIExpo Kemayoran ke Ancol atau ruang publik lainnya milik pemerintah.
2. Menggratiskan akses masuk PRJ, termasuk tiket ke kawasan penyelenggaraan selama perayaan berlangsung.
3. Memulihkan semangat kerakyatan, dengan melibatkan pelaku UMKM, seniman lokal, budaya tradisional, komunitas warga, dan hiburan rakyat.(*).
Posting Komentar