Kejati NTT Diminta Terbitkan Sprindik Terhadap Absalom Sine

Berita-Cendana.com-Kupang,- Kepala Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTT diminta untuk segera menerbitkan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) terhadap Direktur Pemasaran Kredit Bank NTT, Absalom Sine, Cs sebagai tindaklanjut keputusan Majelis Hakim terhadap mantan Kepala Kantor Cabang (Kakancab) Bank NTT Surabaya, Didakus Leba yang menyatakan bahwa Absalom Sine dan Beny R. Pellu sebagai pejabat pengambil keputusan kredit pada Bank NTT Pusat ikut bertanggung jawab terhadap masalah kredit macet tersebut.


Demikian siaran pers dari Meridian Dewanta Dado, SH – Advokat PERADI / Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia Wilayah NTT / TPDI-NTT) yang diterima media ini melalui pesan WhatsApp/WA pada Rabu (25/11/20).


“Demi penegakan hukum yang tanpa kompromi dan anti rekayasa serta ‘tidak banci,’ maka pertimbangan hukum hakim dalam putusan terhadap terdakwa Didakus Leba tersebut harus menjadi tonggak bagi Kajati NTT, Dr. Yulianto untuk segera menerbitkan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) menuju pada penetapan tersangka terhadap Absalom Sine Cs,” tulis Meridian.


Dalam siaran persnya, Koordinator TPDI NTT, Meridian Dewanta Dado menjelaskan, dalam Sidang Pengadilan Negeri Tipikor Kupang dengan Majelis Hakim yang dipimpin oleh Dju Jhonson Mira Mangngi, SH., MH didampingi Hakim Anggota; Ari Prabowo dan Ibnu Kholiq pada tanggal 20 November 2020 telah menjatuhkan putusan hukum Kasus Korupsi Pemberian Fasilitas Kredit Modal Kerja Bank NTT Cabang Surabaya tahun 2018 atas nama terdakwa Didakus Leba (mantan Kepala Cabang Bank NTT Surabaya). 


Meridian memaparkan, Amar putusan majelis hakim dalam putusannya terhadap Didakus Leba sebagai berikut: (1) 

menyatakan terdakwa Didakus Leba terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama sebagaimana dakwaan primair; (2) Menghukum terdakwa  dengan pidana penjara selama 10 tahun dan denda sebesar Rp. 500 juta subsider 6 bulan kurungan; (3) Menyatakan barang bukti uang sejumlah Rp. 285 juta dirampas untuk negara dan diperhitungkan sebagai uang pengganti; (4) Masa penahanan  dari terdakwa dikurangkan sepenuhnya dari pidana sementara;  (5) Barang bukti 1 s.d. 573 dikembalikan ke Penuntut Umum,” tulis Meridian.


“Substansi paling penting dan krusial serta patut diapresiasi oleh publik dari putusan hakim ia lah pertimbangan hukum yang menegaskan bahwa Absalom Sine (selaku Direktur Pemasaran Kredit Bank NTT Kantor Pusat) dan Benny R. Pellu (selaku Kepala Divisi Pemasaran Kredit Bank NTT Kantor Pusat) yang pada saat itu merupakan para pejabat pemutus kredit tertinggi dalam proses pemberian fasilitas kredit modal kerja pada Bank NTT Cabang Surabaya, haruslah ikut bertanggung jawab atau patut dimintai pertanggungjawaban hukumnya,” tandas Meridian.


Alasan yang sangat mendasar, ungkap Meridian, yakni munculnya Kasus Korupsi Pemberian Fasilitas Kredit Modal Kerja Bank NTT Cabang Surabaya tahun 2018 bermula dari proses pemberian fasilitas kredit modal kerja kepada klien kami, Terdakwa Muhammad Ruslan (UD. Makmur Jaya Prima) dan para debitur lainnya, terjadi saat dimana Absalom Sine berkedudukan sebagai Direktur Pemasaran Kredit Bank NTT Kantor Pusat yang merupakan pejabat pemutus kredit tertinggi.

 

“Seandainya pada saat itu Absalom Sine selaku pejabat pemutus kredit tertinggi memutuskan menolak menyetujui permohonan kredit oleh UD. Makmur Jaya Prima / Terdakwa Muhammad Ruslan dan juga para debitur lainnya, maka dipastikan tidak akan pernah muncul Kasus Tindak Pidana Korupsi Pemberian Fasilitas Kredit Modal Kerja Bank NTT Cabang Surabaya yang merugikan Keuangan Negara senilai Rp. 127 Miliar (versi JPU, red). 


Ia memaparkan, berdasarkan Keputusan Direksi Bank NTT Nomor : 111 Tahun 2012 Tentang Kewenangan Memutus pada Pasal 6 ayat (1) dan (2) didalilkan secara tegas bahwa Permohonan Kredit hanya dapat dikabulkan kalau semua persyaratan telah lengkap. 


“Dengan demikian munculnya Kasus Tindak Pidana Korupsi Pemberian Fasilitas Kredit Modal Kerja Bank NTT Cabang Surabaya yang merugikan keuangan negara senilai Rp 127 Miliar (versi JPU, red), mencerminkan dan mengindikasikan bahwa dalam proses pemberian fasilitas kredit modal kerja kepada para debitur, pejabat pemutus kredit tertinggi (Absalom Sine) tidak memastikan bahwa kredit yang diberikannya itu memenuhi ketentuan perbankan dan sesuai dengan asas-asas perkreditan yang sehat serta prinsip kehati-hatian (Prudensial).” Tandas Meridian.


Menurut Meridian, Absalom Sine tidak memastikan bahwa pelaksanaan pemberian kredit telah sesuai dengan Kebijakan Perkreditan Bank dan Pedoman Pelaksanaan Kredit. “Absalom Sine juga tidak memastikan bahwa pemberian kredit tersebut telah didasarkan pada penilaian yang jujur, objektif, cermat, dan seksama serta terlepas dari pengaruh pihak yang berkepentingan dengan pemohon kredit. Dia bahkan tidak memastikan secara lengkap dan valid bahwa kredit yang diberikan dapat dilunasi kembali pada waktunya dan tidak akan berkembang menjadi kredit bermasalah,” bebernya.


Bila Kejati NTT, lanjut Meridian, menilai tindakan Pimpinan dan Wakil Pimpinan Bank NTT Kantor Cabang Surabaya yaitu Didakus Leba dan Bong Bong Suharso yang menyetujui dan mencairkan kredit bagi klien kami, Terdakwa Muhammad Ruslan, dan para debitur lainnya itu sebagai fraud, maka tindakan Absalom Sine selaku Direktur Pemasaran Kredit Bank NTT Kantor Pusat dan pejabat pemutus kredit tertinggi yang memberikan keputusan menyetujui permohonan kredit juga bisa dikategorikan sebagai fraud sesuai Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 39/POJK.03/2019 Tahun 2019 tentang Penerapan Strategi Anti Fraud Bagi Bank Umum (POJK 39/2019). 


“Sebab Absalom Sine selaku pejabat pemutus kredit tertinggi pada waktu itu diduga telah dengan sengaja melakukan pembiaran atau tidak melakukan pengawasan secara aktif guna mendeteksi resiko terjadinya fraud yang dilakukan oleh Pimpinan dan Wakil Pimpinan Bank NTT Kantor Cabang Surabaya yaitu Didakus Leba dan Bong Bong Suharso,” tegas Meridian.


Meridian menilai, pertimbangan hukum dari hakim dalam putusan terhadap terdakwa Didakus Leba telah membungkam pernyataan-pernyataan Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) NTT Dr. Yulianto yang sebelumnya berulang kali menegaskan tentang tidak adanya keterlibatan Absalom Sine dalam Kasus Korupsi Pemberian Fasilitas Kredit Modal Kerja Bank NTT Cabang Surabaya tahun 2018. 


Di sisi lain, lanjut Meridian, pertimbangan hukum dalam putusan terhadap terdakwa Didakus Leba juga turut mempertegas sinyalemen yang kami ungkapkan sejak awal proses penyidikan oleh Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTT atas Kasus Korupsi Pemberian Fasilitas Kredit Modal Kerja Bank NTT Cabang Surabaya, yaitu bahwa Kejati NTT terkesan menutupi keterlibatan Absalom Sine. “Dan bahkan keberadaan istri dari Absalom Sine, yaitu Jaksa Henderina Malo di Kejati NTT yang terindikasi telah menjadi penghambat bagi Kejati NTT untuk menjerat Absalom Sine selaku tersangka dalam kasus dimaksud,” ungkapnya. 


Direktur Utama Bank NTT, Alex Riwu Kaho dan Direktur Pemasaran Kredit Bank NTT, Absalom Sine yang berusaha dikonfirmasi wartawan di kantornya, Jumat (27/11/20) sore tidak berhasil ditemui karena sedang rapat. Dihubungi via WA, Alex tidak bersedia memberikan penjelasan.


“Mohon Maaf kami sedang rapat  tentang hal tersebut adalah dinamika persidangan oleh karenanya kami tidak berkompeten untuk mencampuri dinamika persidangan, terimakasih,” tulis Alex mengelak. 


Direktur Pemasaran Kredit Bank NTT, Absalom Sine yang dimintai tanggapannya via pesan WA, juga tidak memberikan respon hingga berita ini ditayangkan.


Sementara itu Kasipenkum Kejati NTT, Abdul Hakim yang dimintai tanggapannya terhadap vonis Majelis Hakim Tipikor dan adanya permintaan agar Kajati NTT menerbitkan Sprindik terhadap Absalom Sine, Cs juga tidak memberikan respon (walaupun pesan WA telah dibaca, red) hingga berita ini ditayangkan. (sf/tim).

0/Komentar/Komentar

Lebih baru Lebih lama

Responsive Ad Slot

Responsive Ad Slot