Berita-Cendana.Com- Jakarta,- Jaringan Aktivis Migran Indonesia (JAMIN) mendesak pemerintah untuk segera melakukan evaluasi total terhadap sistem penempatan dan perlindungan Pekerja Migran Indonesia (PMI). Mereka menyoroti berbagai permasalahan yang masih terjadi, mulai dari kurangnya transparansi, lemahnya perlindungan, hingga maraknya praktik eksploitasi yang terus berulang.
Dalam pernyataan resminya, JAMIN menegaskan bahwa hak atas pekerjaan merupakan hak dasar setiap warga negara sebagaimana diatur dalam Pasal 27 Ayat 2 UUD 1945. Dengan bonus demografi dan surplus tenaga kerja yang dimiliki Indonesia, seharusnya tenaga kerja menjadi kekuatan utama perekonomian nasional. Namun, hingga saat ini, banyak pekerja migran yang masih menghadapi eksploitasi, tindak pidana perdagangan orang (TPPO), serta berbagai pelanggaran hak asasi manusia.
JAMIN menyoroti transformasi Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) menjadi Kementerian Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (KP2MI), yang dinilai justru memperbesar potensi pemborosan anggaran di tengah upaya efisiensi negara. Adi Kurniawan dari BaraNusa menilai langkah ini lebih bernuansa politik daripada berorientasi pada perlindungan pekerja migran.
"Transformasi BP2MI menjadi kementerian lebih kental dengan bagi-bagi kekuasaan. Tidak logis jika KP2MI memiliki dua menteri, sementara efisiensi justru terus digaungkan. Ini bukan solusi, tetapi pemborosan anggaran. KP2MI saya nyatakan gagal!" tegas Adi Kurniawan.
Hendra Setiawan dari Migrant Watch menekankan pentingnya revisi tata kelola PMI agar lebih fleksibel dan responsif terhadap dinamika pasar kerja global. Ia menyoroti risiko kebijakan yang terlalu kaku, yang dapat menghambat peluang kerja legal bagi masyarakat.
"Revisi Undang-Undang Pelindungan Pekerja Migran yang sedang berlangsung harus memperhatikan realitas di lapangan. Jangan sampai kebijakan yang dihasilkan malah melemahkan perlindungan PMI dan menghilangkan kesempatan bagi pekerja middle skill dan high skill untuk berangkat secara legal," ungkapnya.
Yusri Albima, Ketua Umum DPN AMBI dan pendiri P2MI Sudan, menyoroti masih kuatnya dominasi mafia penempatan tenaga kerja, khususnya di wilayah Timur Tengah. Menurutnya, pencabutan moratorium tanpa perbaikan sistem akan memperparah eksploitasi yang selama ini terjadi.
"Menteri yang sekarang berkesan arogan. Mereka orang baru tanpa rekam jejak dalam isu PMI, tetapi enggan berdiskusi dengan aktivis yang selama ini berjibaku di lapangan. Nasib pekerja migran semakin tidak jelas dan akan terus dieksploitasi jika tata kelola tidak segera diperbaiki," ujarnya dengan nada keras.
Senada dengan itu, Muhammad Jokay dari Persaudaraan Indonesia menuntut aparat penegak hukum untuk menindak tegas oknum pejabat yang terlibat dalam TPPO. Ia mengungkap adanya keterlibatan oknum di jajaran Imigrasi dan Kepolisian yang diduga memfasilitasi penyelundupan pekerja migran melalui jalur resmi seperti Bandara Soekarno-Hatta, Juanda, Kertajati, Kulon Progo, Ngurah Rai, serta berbagai pelabuhan dan jalur ilegal lainnya.
Sebagai langkah konkret, JAMIN meminta Presiden Prabowo Subianto untuk mengevaluasi total kinerja Kementerian Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (KP2MI), yang dinilai belum menunjukkan perubahan signifikan dalam upaya perlindungan tenaga kerja migran.
Sejumlah tokoh lain juga menyuarakan keprihatinannya. Ali Nurdin dari Buruh Migran Nusantara, Anwar Ma’arif dari Persatuan Buruh Migran, Abdul Hadi dari BMI-SA, serta Eko Yulianto, mantan PMI, menyoroti eksploitasi yang masih terjadi tanpa perlindungan yang memadai dari pemerintah.
Aznil Tan, Direktur Eksekutif Migrant Watch, menegaskan bahwa pasar kerja global merupakan peluang besar bagi Indonesia. Jika dikelola dengan baik, sektor ini berpotensi menyumbang pertumbuhan ekonomi nasional hingga 1 persen dari target 8 persen yang telah dicanangkan Presiden Prabowo. Dengan strategi yang tepat, Indonesia dapat keluar dari jebakan pendapatan menengah dan memperkuat daya saing tenaga kerjanya di dunia internasional.
Dalam diskusi yang berlangsung dari pukul 13.30 hingga 16.30, berbagai pandangan kritis disampaikan terkait kebijakan penempatan PMI. Forum ini dihadiri oleh perwakilan dari berbagai organisasi buruh migran, awak kapal perikanan, praktisi hukum, serta mahasiswa.
Acara diakhiri dengan yel-yel semangat dari para peserta, pembacaan pernyataan sikap, serta sesi foto bersama. Para aktivis berharap pemerintah semakin serius dalam menangani permasalahan pekerja migran demi keadilan dan kesejahteraan mereka.
JAMIN Menggugat: Lima Tuntutan Utama
Dalam pernyataan sikapnya, JAMIN menegaskan lima tuntutan utama kepada pemerintah:
1. Evaluasi Total Negara Tujuan PMI
Pemerintah harus melakukan evaluasi menyeluruh terhadap seluruh negara tujuan penempatan pekerja migran guna memastikan sistem yang lebih transparan, adil, dan berorientasi pada perlindungan tenaga kerja.
2. Audit Perusahaan Penempatan PMI
Seluruh Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia (P3MI) harus diaudit secara menyeluruh untuk memastikan kepatuhan terhadap regulasi yang berlaku. JAMIN juga meminta sanksi tegas bagi perusahaan yang terbukti melakukan pelanggaran atau eksploitasi terhadap pekerja migran.
3. Menolak Pencabutan Moratorium ke Timur Tengah JAMIN menolak pencabutan moratorium pengiriman PMI ke Timur Tengah selama tata kelola masih bermasalah dan mafia penempatan masih mendominasi.
4. Tindak Tegas Oknum Pejabat yang Terlibat TPPO Pemerintah dan aparat penegak hukum harus menindak dan menangkap oknum pejabat yang terlibat dalam TPPO, termasuk mereka yang memfasilitasi penyelundupan PMI melalui jalur resmi maupun ilegal.
5. Evaluasi Kinerja KP2MI
Presiden Prabowo Subianto diminta mengevaluasi total kinerja Kementerian Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (KP2MI), yang dinilai belum menunjukkan perubahan signifikan dalam perlindungan tenaga kerja migran sejak transformasi dari BP2MI.
Dengan semakin besarnya tekanan dari berbagai elemen masyarakat, JAMIN berharap pemerintah tidak lagi menutup mata terhadap permasalahan pekerja migran. Perlindungan pekerja migran bukan sekadar isu sosial, tetapi juga bagian dari strategi pembangunan ekonomi nasional. Jika tidak segera ditangani dengan serius, jutaan pekerja migran Indonesia akan terus menjadi korban eksploitasi tanpa adanya perlindungan yang layak.(*).
Posting Komentar