Berita-Cendana.Com- Kupang,- Praktisi Hukum Nusa Tenggara Timur menilai terduga pelaku penganiayaan kepada sejumlah siswa SMP Negeri 11 Kota Kupang adalah perbuatan melawan hukum. Hukuman berat atau ringan itu bukan soal tetapi tetap melawan hukum jadi wajib diproses. Kasus itu bukan kasus tindak pidana ringan (Tipiring) tetap itu murni tindak kekerasan terhadap anak.
Demikian disampaikan oleh Praktisi Hukum NTT Dr. Semuel Haning, SH.,MH di bilangan Kota Kupang pada Minggu, 31 Agustus 2025.
Kekerasan itu bukan hanya secara fisik, tetapi verbal juga itu termasuk dalam kekerasan jadi wajib menghukum siapa saja yang melanggar hukum. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Khusus pada pasal 76c UU Perlindungan Anak menyatakan bahwa setiap orang dilarang melakukan kekerasan terhadap anak dalam berbagai bentuk, termasuk menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan kekerasan, jelasnya.
Hal itu harus diproses baik itu disiplin ASN dan Proses hukum agar menjadi pelajaran bagi setiap guru. Sebagai ketua PGRI NTT juga sangat sesalkan perbuatan Kepsek SMPN 11 itu sebagai terduga pelaku kekerasan terhadap siswa, karena kekerasan itu bisa kekerasan fisik maupun verbal, kesal Sam Haning.
Kasus tersebut harus terbuka di depan umum, karena guru itu tugasnya melakukan pembinaan bukan pembinasaan. Kalau seorang guru melakukan pembinasaan itu adalah suatu kekeliruan oleh guru. Maka harus ditindak sesuai UU berlaku, tegas Praktisi Hukum itu.
Siswa yang mengalami kekerasan jadi wajib diproses hukum pelaku. Jadi orang tua siswa yang berusaha menarik kasus ini, karena hal ini menjadi atensi publik karena kasus terhadap anak-anak. Jika orang tua menarik laporan Polisi diduga kuat orang tua turut serta melakukan kekerasan terhadap anak, pinta Dr. Sam Haning.
Lanjutnya, jadi kasus ini tetap diproses sehingga pengadilan yang menentukan, apakah pelaku benar atau salah dalam kasus tersebut.
Dr. Semuel Haning, juga mengajak semua elemen untuk tetap mendukung Walikota Kupang untuk melakukan disiplin ASN dan hukum terhadap pelaku kekerasan terhadap anak, karena kasus itu bukan tindak Pidana ringan (tipiring) tetapi itu murni tindakan kekerasan terhadap anak, ucapnya.
Lanjut Praktisi Hukum NTT itu, sesuai informasi yang dihimpun, Walikota Kupang melakukan penonaktifan terhadap terduga pelaku penganiayaan terhadap siswa SMP 11 Kota Kupang, itu sah-sah saja karena itu ada tiga unsur, yakni: (1) Terduga pelaku sebagai Kepsek tetap fokus untuk menghadapi masalah hukum.(2). Demi keamanan, kenyamanan dan kondusif di SMP Negeri 11 Kota Kupang. (3). Perlindungan terhadap siswa. Baik secara psikologis maupun mental.
Sesuai dengan Kasus ini, berdasarkan Pasal 80 UU Perlindungan Anak, kemudian mengatur sanksi pidana bagi pelanggaran tersebut, yang bervariasi tergantung pada dampaknya, mulai dari pidana penjara paling lama 3 tahun 6 bulan atau denda paling banyak Rp. 72. 000.000.00 untuk kekerasan biasa, hingga pidana penjara paling lama 15 tahun untuk kasus kekerasan yang menyebabkan kematian anak.
Diharapkan juga bagi para calon guru, calon kepala sekolah harus ada tes kejiwaan supaya tidak ada hal serupa terjadi lagi di kemudian hari.(*).
Posting Komentar