Berita-Cendana.Com - Kupang,- Wakil Gubernur Nusa Tenggara Timur melalui Staf Ahli Gubernur Bidang Kesejahteraan Rakyat Setda Provinsi NTT, Ady Endezon Mandala, M.Si dalam Seminar Go Public Fund Education yang diselenggarakan oleh Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) yang bekerjasama dengan Education Consortium Project sampaikan kondisi pendidikan di Nusa Tenggara Timur (NTT) urutan ke - 33 dari 34 Provinsi di Indonesia.
Demikian disampaikan oleh Staf Ahli Gubernur Bidang Kesejahteraan Rakyat Setda Provinsi NTT, Ady Endezon Mandala, M.Si dalam Seminar Go Public Fund Education di Aula Hotel Sasando Kamis, 9 Oktober 2025 dengan Tema “Pemenuhan Akses Terhadap Pendidikan Untuk Semua,”.
Dalam presentasinya di Seminar tersebut Ady Mandala sampaikan bahwa Indeks Pembangunan Manusia (IPM) NTT pada tahun 2024 tercatat 62,5, jauh di bawah rata-rata nasional yang mencapai 71,9. Hal ini menempatkan NTT di urutan ke-33 dari 34 provinsi di Indonesia, mengindikasikan adanya kesenjangan pembangunan yang perlu diatasi.
Lanjutnya, berdasarkan Peringkat Kualitas Pendidikan: Indonesia berada di peringkat 72 dari 140 negara dalam Indeks Kualitas Pendidikan Global, dengan NTT sebagai salah satu provinsi dengan kualitas pendidikan terendah di Indonesia, menuntut refleksi dan reformasi sistemik.
Tantangan utama di NTT meliputi akses terbatas ke daerah terpencil yang tersebar di kepulauan. Kualitas pengajaran yang perlu ditingkatkan dengan kompetensi guru yang adaptif, keterbatasan sumber daya infrastruktur pendidikan, dan faktor budaya serta sikap masyarakat terhadap pendidikan yang beragam, memerlukan pendekatan holistik dan partisipatif.
Permasalahan Pendidikan Pada Umumnya: Beberapa permasalahan umum dalam pendidikan meliputi:
Aksesibilitas: Masih ada kesenjangan akses pendidikan terutama di daerah terpencil dan kepulauan seperti beberapa wilayah di NTT, di mana topografi yang sulit dan jarak geografis menjadi hambatan signifikan.
Kualitas: Kualitas pendidikan yang belum merata dan terkendala sumber daya, berdampak pada capaian pembelajaran siswa.
Kesetaraan: Kesenjangan pendidikan antara perkotaan dan pedesaan, serta antara kelompok ekonomi, mencerminkan ketidakadilan struktural yang perlu diatasi.
Teknologi: Pemanfaatan teknologi dalam pendidikan masih belum optimal di banyak wilayah, padahal teknologi dapat menjadi katalisator penting bagi inovasi pendidikan.
Kurikulum: Kurikulum yang perlu adaptif terhadap perkembangan zaman dan kebutuhan masyarakat, termasuk integrasi nilai-nilai lokal dan keterampilan abad 21.
Pemenuhan akses pendidikan untuk semua memerlukan upaya sistematis yang melibatkan pemerintah, masyarakat, dan stakeholder lainnya. Strateginya meliputi peningkatan infrastruktur pendidikan yang relevan dengan konteks kepulauan, pelatihan guru yang berkelanjutan untuk meningkatkan kompetensi, penggunaan teknologi pendidikan seperti e-learning dan mobile learning untuk menjembatani kesenjangan geografis, dan program beasiswa untuk kelompok kurang mampu sebagai upaya afirmasi.
Pendidikan inklusif harus menjangkau anak-anak berkebutuhan khusus, kelompok minoritas, dan mereka yang tinggal di daerah terpencil dan kepulauan, dengan pendekatan yang sensitif terhadap keberagaman budaya dan kebutuhan lokal.
Pandangan Paulo Freire: Pendidikan harus menjadi alat untuk pembebasan dan pemberdayaan, bukan sekadar transfer pengetahuan (Pedagogi Kaum Tertindas), menekankan pentingnya pendidikan sebagai praksis kemanusiaan. Inisiatif seperti pembangunan SMA Garuda di Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS), NTT, menunjukkan upaya konkrit meningkatkan kualitas pendidikan di daerah, digagas oleh Presiden RI Prabowo Subianto, sebagai contoh kolaborasi untuk kemajuan pendidikan.
Ketersediaan Sumber Daya: Keterbatasan dana, guru terlatih, dan infrastruktur masih menjadi tantangan besar di daerah kepulauan seperti NTT, memerlukan alokasi sumber daya yang efektif dan efisien.
Kebijakan Pendidikan: Efektivitas kebijakan pendidikan sangat bergantung pada implementasi yang tepat dan dukungan pemerintah yang berkelanjutan.
Peran Teknologi: Teknologi dapat menjadi enabler untuk meningkatkan akses dan kualitas pendidikan, terutama di daerah kepulauan dengan pemanfaatan e-learning, mobile learning, dan solusi digital lainnya.
Partisipasi Masyarakat: Keterlibatan masyarakat dan orang tua dalam pendidikan sangat penting untuk keberhasilannya, menegaskan pentingnya pendekatan bottom-up dalam pendidikan. Komparasi Pendidikan di Indonesia dengan Negara Maju Perbedaan Mendasar Kurikulum Pendidikan di Indonesia dengan Negara Maju
Fokus pada Keterampilan:Negara maju menekankan keterampilan kritis, kreativitas, dan kolaborasi dalam kurikulum, sebagai persiapan menghadapi tantangan global.
Pendekatan Pembelajaran: Negara maju sering menerapkan pembelajaran berbasis proyek dan student-centered learning, mendorong kemandirian dan inovasi siswa.
Integrasi Teknologi: Kurikulum di negara maju lebih terintegrasi dengan teknologi digital, memfasilitasi pembelajaran yang lebih interaktif dan personalisasi.
Rekomendasi untuk Masa Depan (dengan fokus pada daerah kepulauan seperti Provinsi NTT).
1. Pengembangan Program Pendidikan Jarak Jauh: Pemanfaatan teknologi e-learning dan mobile learning untuk meningkatkan akses pendidikan di pulau-pulau kecil dan terpencil di NTT.
2. Peningkatan Infrastruktur Pendidikan yang Adaptif: Pembangunan sekolah yang ramah lingkungan dan sesuai dengan kondisi geografis kepulauan, dengan perhatian pada keberlanjutan.
3. Pelatihan Guru untuk Konteks Kepulauan: Pelatihan guru untuk mengajar di lingkungan kepulauan dengan sumber daya terbatas, fokus pada kompetensi pedagogis dan adaptasi kontekstual.
4. Program Beasiswa untuk Siswa dari Daerah Terpencil: Beasiswa untuk siswa berprestasi dari daerah kepulauan NTT sebagai upaya meningkatkan kesetaraan akses.
Dalam abstraksi yang mendalam dan sarat makna, pendidikan menjelma sebagai mozaik dinamis yang merajut benang-benang potensi manusia, menganyam harmoni antara kearifan lokal NTT yang kaya dengan arus inovasi global yang tak terbendung. la adalah refleksi dialektis antara asa kolektif masyarakat kepulauan dan tantangan struktural yang membatasi, meniscayakan transformasi pendidikan yang kontekstual, inklusif, dan memberdayakan.
Di sinilah esensi pemenuhan akses pendidikan untuk semua bermuara pada penciptaan ekosistem belajar yang adaptif dan kolaboratif, sebagai katalisator bagi pencerahan individu, kemajuan masyarakat yang berkeadilan, dan pembangunan bangsa yang berkelanjutan. Pendidikan, dengan demikian, bukan sekadar proses transmisi pengetahuan, melainkan praksis transformatif yang mengilhami harapan dan membuka cakrawala kemungkinan bagi setiap insan di NTT dan Indonesia pada umumnya. (*).
Posting Komentar