Laporan Gubernur NTT Terhadap Ketua Araksi Adalah Delik Pers

Berita-Cendana.com-Kupang,- Laporan dugaan pidana pencemaran nama baik oleh Gubernur Nusa Tenggara Timur, Viktor Bungtilu Laiskodat (VBL) terhadap Ketua Araksi, Alfred Baun, SH merupakan delik pers. Karena obyek yang  diadukan adalah karya/produk jurnalistik atau berita yang ditayangkan media online suaraflobamora.Com berjudul: Gubernur NTT Dinilai Na'moeh, DPRD NTT Namkak Soal Investasi Abu-Abu Rp 492 M. 


Demikian disampaikan Pemimpin Redaksi (Pemred) Suaraflobamora.Com Fabianus Latuan didampingi kuasa hukumnya Gabrial Suku Kotan, SH, M.Si, Yoseph Patibean, SH dan Ampera Seke Selan, SH, MH (dari LBH Bhumi Pertiwi Nusantara) dalam jumpa pers usai diperiksa sebagai saksi terkait kasus tersebut di Polda NTT Senin, (30/08/2021).


"Saya sudah diperiksa dan pemeriksaan hanya sebatas identitas dan keterangan secara umum. Sementara menyangkut isi pemberitaan, kami menolak untuk memberi keterangan. Bagi kami materi atau obyek yang dilaporkan itu adalah karya jurnalistik dan Pak Alfred Baun adalah Narasumber dalam Karya jurnalistik tersebut . Dengan demikian laporan Gubernur VBL tersebut adalah delik pers," jelasnya. 


Menurutnya, karena kasus tersebut adalah delik pers, maka penyelesaiannya harus sesuai dengan UU Pers No 40 Tahun 1999 dan MOU antara Kapolri dan Dewan Pers No 2 Tahun 2017, tentang Koordinasi Dalam Perlindungan Kemerdekaan Pers dan Penegakan Hukum Terkait Penyalahgunaan Profesi Wartawan.


Dalam pasal 3 MOU tersebut, jelas Fabian, telah ditegaskan bahwa apabila pihak kepolisian menerima pengaduan masyarakat terkait dengan karya/produk jurnalistik atau pemberitaan, maka pihak kepolisian  mengarahkan pengadu untuk melayangkan hak jawab/hak klarifikasi dan selanjutnya melakukan pengaduan ke Dewan Pers dan menempuh proses secara perdata (bukan proses pidana, red).


"Jadi, saya kira bukan masalah siapa yang dilaporkan, tetapi menyangkut karya jurnalistik yang menjadi obyek laporan. Bagi saya, laporan ini merupakan kriminalisasi terhadap karya jurnalistik dan kriminalisasi terhadap Narasumber dalam karya jurnalistik," tegasnya. 


Pemred Suaraflobamoa.Com juga mengungkapkan, bahwa dalam undangan klarifikasi oleh pihak penyidik Polda NTT, disampaikan adanya surat dari Dewan Pers terkait kasus tersebut, tetapi isi surat tersebut tidak ditunjukkan oleh penyidik. “Kita juga tidak tahu isinya (isi surat dari Dewan Pers, red) seperti apa,” tandasnya.


Sementara itu, Kuasa Hukum Komunitas Wartawan Peduli Pembangunan (Kowappem) sekaligus Kuasa Hukum Pemred Suaraflobamora.Com, Gabrial Suku Kotan (GSK) pada kesempatan bicaranya menegaskan, bahwa pemeriksaan yang dilakukan terhadap kliennya (Fabianus Latuan, red) harus sesuai dengan UU Pers Nomor 40 Tahun 1999. 


“Polisi sangat kooporatif dan harusnya polisi menilai kasus ini sebagai delik pers, sehingga mereka juga bisa terus mendorong agar proses kasus ini melalui langkah-langkah yang diatur Undang-Undang pers. Karena itu, kita mengharapkan Polda NTT memproses kasus ini sesuai koridor Undang-Undang Pers no 40 tahun 1999,” pintanya. 


Hal senada juga dikatakan oleh Ampera Seke Selan. Menurutnya, penyidik Polda NTT juga harus memeriksa Gubernur NTT, VBL selaku korban dalam kasus tersebut. “Harus diperiksa supaya kita bisa lihat kasus ini, sejauh mana dan pada bagian mana pernyatan dari Alfred Baun yang membuat Gubernur merasa dicemari nama baiknya. Karena itu, Gubernur sebagai korban harus terlebih dahulu diperiksa sebelum saksi-saksi diperiksa,” jelasnya.


Namun dari sudut pandangnya selaku Kuasa Hukum Kowappem dan Pemred Suaraflobamora.Com, kliennya sedang melakukan tugas sebagai seorang jurnalis.

"Objek yang dilaporkan adalah berita atau karya jurnalistik sehingga sengketa terkait karya jurnalistik harus diselesaikan berdasarkan dengan  undang-undang pers no 40 tahun 1999. 


Hal yang sama juga ditegaskan Yos Patibean. Ia menjelaskan, kliennya sebagai jurnalis mewawancarai Alfred sebagai narasumber dan dituangkan dalam berita sebagai produk jurnalistik. Sehingga jika ada pihak-pihak yang merasa dirugikan atau dicemarkan nama baiknya maka sesuai undang-undang pers, yang bersangkutan harus melayangkan hak jawab dan atau hak klarifikasi sebagaimana diatur dalam pasal 11 dan 12 Undang-Undang Pers nomor 40 Tahun 1999. 


“Kita berkeberatan karena sengketa terkait produk jurnalistik seharusnya tidak melibatkan POLRI" tandasnya.


Ia menjelaskan, para pihak yang merasa dirugikan melalui pemberitaan pers, harusnya mengajukan hak jawab/klarifikasi

 atau mengadu ke Dewan Pers.Kemudian Dewan Pers akan bersidang untuk memberikan solusi terkait sengketa jurnalistik.  


“Kita tetap bersikap, bahwa penyelesaian kasus ini harus melalui Dewan Pers dengan segala mekanismenya yaitu dengan memberikan hak jawab.  Kalau pengadu merasa tidak puas, silahkan memberikan hak klarifikasi atau koreksi, jika masih belum puas silahkan mengadu ke Dewan Pers sehingga Dewan Pers bisa bersidang untuk menemukan solusi terkait sengketa jurnalistik tersebut. Yang pada akhirnya, akan berakibat perdata bukan pidana,"jelasnya.


Karena persoalan ini masih dalam pullbaket maka, pihaknya tetap konsisten untuk memproses kasus ini sesuai Undang-Undang Pers no 40 tahun 1999. "Karena Gubernur sudah melakukan laporan maka kita juga sebagai warga negara yang taat hukum harus memenuhi panggilan polisi," ujarnya. (YT/TIM).

0/Komentar/Komentar

Lebih baru Lebih lama

Responsive Ad Slot

Responsive Ad Slot