DPRD NTT Sesalkan Makian dan Ancaman Gubernur NTT ke Tuan Tanah di Sumba Timur

Berita-Cendana.com- Kupang,- Dewan Perwakilan Rakyat Provinsi Nusa Tenggara Timur (DPRD NTT) sangat menyesalkan adanya video berisi kalimat ancaman penjara dan ancaman pemukulan serta sebutan ‘monyet’ oleh Gubernur NTT, Viktor Bungtilu Laiskodat/VBL kepada Umbu Maramba Hawu (dan keluarga), salah satu Tuan Tanah di Kampung Rende Prayawang, Desa Kabaru, Kecamatan Rindi-Kabupaten Sumba Timur, gegara klaim kepemilikan atas tanah yang sedang direncanakan Pemprov NTT menjadi range sapi Wagyu. 


Demikian disampaikan Wakil Ketua DPRD NTT dalam siaran persnya pada Selasa (30/11/2021) menanggapi beredarnya video  perdebatan Tuan Tanah, Umbu Maramba Hawu dengan Gubernur VBL pada Minggu (28/11) yang berujung ancaman dan kata-kata kasar tersebut. 


"Dengan adanya video ini dimana ada bahasa (kata-kata kasar, red): siap ditembak, siap mati dan bahasa -bahasa yang kurang bagus itu (ancaman penjara dan pemukulan serta makian 'monyet',red), kita nilai sangat tidak etis, dan tidak elok harus diperlihatkan (ke publik, red)," jelasnya.


Menurut Ketua DPW PKB NTT itu, pendekatan pertama yang harus dilakukan dengan tokoh masyarakat minimal pendekatan secara budaya, walaupun bila tanah tersebut milik Pemprov NTT sebagaimana surat Sekda NTT, Benediktus Polo Maing Nomor BU. 030/194/BPAD/2021, red) bahwa tanah peternakan yang ada di Desa Kabaru Kecamatan Rindi, Kab. Sumba Timur merupakan tanah milik Pemprov NTT, sebagai akibat pengalihan Dinas Peternakan NTT sesuai amanat Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintah Daerah, dan yang tercatat dalam daftar Barang Milik Daerah Pemprov NTT sejak tahun 2001 dan didaftarkan dalam Barang Pengguna pada Dinas Peternakan Provinsi NTT (KIP ) Nomor 13 dan seterusnya.


"Kami orang Sumba itu, nilai budaya itu tinggi. Jadi ada hal -hal itu yang mesti (harus) kita (Pemprov NTT, red) diskusikan terlebih dahulu dengan tokoh adat, Pemerintah Setempat, tokoh agama, sehingga tidak terjadi hal-hal seperti yang ada di video tersebut," ungkap Alo Ladi. 


Alo Ladi berpendapat, klaim tanah dari masyarakat tidak bisa diabaikan begitu saja oleh Pemprov NTT (oleh Gubernur VBL, red). Pemprov NTT dan Pemerintah Pusat harus memberikan penjelasan dengan data (menunjukkan sertifikat dan dokumen pengalihan hak) dan itu yang akan digunakan masyarakat sebagai acuan. 


"Data itulah yang memperkuat pemerintah dalam mengambil keputusan. Harus dijelaskan proses Pemprov dapat tanah ini bagaimana, dari siapa, oleh siapa dan bagaimana, begitu kan harusnya," tegasnya. 

 

Wakil Ketua DPRD NTT itu mengungkapkan, bahwa sebagai wakil rakyat, DPRD NTT berharap masalah ini diselesaikan secara kekeluargaan, karena bagaimanapun program Pemeliharaan Sapi Wagyu ini diharapkan mendatangkan manfaat yang besar bagi masyarakat di desa setempat dan Pemprov NTT. 


"Hanya saja, kurangnya komunikasi yang baik sehingga hal ini bisa terjadi. Kita harapkan komunikasi ini  bisa dijalankan dengan baik dengan mengedepankan sisi adat di masyarakat Sumba. Saya yakin kalau ini dijalankan, maka kita akan dapat titik temu untuk masalah ini," terangnya meyakinkan. 


Terkait ancaman pemukulan (istilah orang Kupang, 'falungku'), 'monyet kau' yang dilontarkan Gubernur VBL, Alo berpendapat bahwa bahasa atau kata dan kalimat tersebut muncul akibat dari komunikasi pada saat itu sudah tidak berjalan dengan baik antara Gubernur dan masyarakat.


"Intinya, dalam kesuksesan sebuah program, Pemerintah (Gubernur VBL, red) tidak bisa tetap dengan gayanya (yang kasar dan tidak etis, red) dan mengabaikan (nilai penghargaan ke, red) masyarakat. Prinsipnya, harus bisa tenang dan dialog secara kekeluargaan sehingga kata-kata seperti itu tidak perlu keluar," nasehatnya.


Terkait permintaan Umbu Maramba Hawu agar pemerintah menunjukan bukti penyerahan hak, Alo menilai bahwa masyarakat tersebut merasa memiliki lahan tersebut dan bila Pemprov NTT mengklaim memiliki lahan tersebut, tentu ada proses yang mendahului hal itu. 


"Tidak mungkin Pemerintah Daerah dalam hal ini Sekda NTT mengeluarkan surat tanpa suatu kebenaran. Hanya saja sebagai masyarakat yang memiliki lahan tersebut, mencari tahu bukti penyerahan lahan tersebut, sehingga sebagai pemerintah, wajib menyediakan bukti tersebut sehingga masyarakat bisa tenang," jelasnya. 


Minimal, lanjutnya, ada batas-batas yang jelas agar masyarakat atau  Tuan Tanah (Umbu Maramba Hawu dan keluarga, red) tenang. "Timur batasnya dengan siapa, Barat dengan siapa, dan seterusnya. Kalau batasnya ada, masyarakat bisa tahu mana yang menjadi milik pemerintah, dapatnya dari mana, siapa menyerahkan, buktinya apa, ini yang kita maksudkan supaya masyarakat mendapat pencerahan," terangnya lagi. 


Alo Ladi mengatakan, "sebagai Wakil Rakyat dan sekaligus sebagai anak dari Sumba, kami rasa dan minta agar kasus ini harus dijernihkan, sehingga tidak timbul praduga yang lain di masyarakat dan pemerintah. Sebagai orang yang diutus masyarakat ke lembaga ini (DPRD NTT), kami punya tanggung jawab untuk membantu dan mendorong pemerintah dalam hal pelayanan demi kesejahteraan masyarakat. Tapi, harus sesuai dengan mekanisme yang tepat".


Di akhir kata, Putera Sumba itu berpesan kepada masyarakat Sumba, khususnya kepada masyarakat yang ada di  Kabaru Kecamatan Rindi, bahwa sebagai anak  yang dipilih untuk mewakili masyarakat Sumba, ia dan DPRD NTT tidak mungkin melupakan masyarakat. 


"Dan kami tidak mengabaikan hak-hak mereka. Suara mereka (masyarakat, red) akan kami suarakan disini (di DPRD NTT, red) dan kami akan dorong pemerintah (Pemprov NTT, red) agar masalah ini bisa diselesaikan dengan baik, demi mendapatkan kebenaran dan keadilan," tutupnya. (LT/TIM).

0/Komentar/Komentar

Lebih baru Lebih lama

Responsive Ad Slot

Responsive Ad Slot