Pegiat Anti Korupsi Minta KPK Periksa Gubernur Viktor Laiskodat Terkait Kerugian Bank NTT

Berita-Cendana.com- JAKARTA, - Tiga organisasi pegiat anti korupsi yakni Aliansi Masyarakat Madani Nasional (AMMAN) FLOBAMORA, Gerakan Republik Anti Korupsi (GRAK), Forum Pemuda Penggerak Perdamaian dan Keadilan (FORMADDA) NTT meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk memeriksa Gubernur NTT, Viktor Bungtilu Laiskodat (VBL); Dirut Bank NTT, Alex Riwu Kaho dan Mantan Direktur Pemasaran Kredit sekaligus Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Utama (Dirut) Bank NTT, Absalom Sine. Ketiganya diduga merupakan orang yang paling bertanggung jawab atas potensi kerugian yang dialami oleh P.T. Bank NTT senilai Rp 250 Milyar. 


Demikian disampaikan tiga organisasi tersebut dalam rilis tertulis yang diterima tim media ini via pesan WhatsApp/WA Koordinator GRAK, Daos Kedati pada Rabu (30/12/2021) pukul 17.13 Wita. 


"Pegiat anti korupsi menduga bahwa Gubernur NTT, Viktor Bungtilu Laiskodat (VBL) sebagai pemegang saham pengendali (bank NTT) diduga mempertahankan “orang bermasalah” dalam jajaran pimpinan Bank NTT. Gubernur dinilai tidak tegas untuk memperbaiki dewan pimpinan Bank NTT," tulis AMMAN Flobamora, GRAKGRAK dan FORMADDA NTT. 


Menurut tiga organisasi pegiat anti korupsi itu, Gubernur NTT, Viktor Bungtilu Laiskodat terkesan acuh-tak acuh dengan Laporan Hasil Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu (DTT) pada Bank NTT, yang menemukan adanya potensi kerugian bank NTT Rp 10,5 Milyar akibat pembelian MTN Rp 50 Milyar dari PT. SNP dimasa Aleks Riwu Kaho menjabat Kepala Divisi Treasury Bank NTT. 


"Sikap acuh-tak acuh tersebut dapat terlihat dari tidak adanya disposisi dari Gubernur NTT, Viktor Bungtilu Laiskodat untuk memberhentikan sementara jajaran komisaris dan direksi Bank NTT sebagai pengelola Bank NTT, yang bertanggung jawab atas kerugian yang terjadi, untuk tujuan pemeriksaan lebih lanjut terkait potensi kerugian yang dialami oleh Bank NTT tersebut," sebut tiga organisasi tersebut. 


Selain itu, lanjut AMMAN FLOBAMORA dan GRAK serta FORMADDA NTT, Gubernur VBL sebagai Pemegang Saham Prioritas (PSP) (sengaja) membiarkan dan menyetujui hapus buku kerugian MTN Rp 50 Milyar dalam RUPS PT. Bank NTT. Padahal, tindakan hapus buku (pemutihan, red) itu jelas-jelas merugikan pihak Bank NTT. 


Selain Gubernur VBL, Direktur Utama Bank NTT, Alex Riwu Kaho juga diduga menjadi orang yang ikut bertanggung jawab atas potensi kerugian yang terjadi di Bank NTT. Dalam investigasi pegiat anti korupsi, ditemukan dugaan kuat adanya tindakan gratifikasi dalam pemilihan dan pengangkatan Alex Riwu Kaho menjadi Dirut Bank NTT. 


"Harry Alexander Riwu Kaho diduga terlibat dan menjadi tersangka dalam kasus penyaluran kredit Bank NTT Fiktif cabang Waingapu senilai Rp 2,9 Milyar pada tahun 2009 pada saat Alex Riwu Kaho menjadi Pemimpin Cabang/Manager Bisnis Cabang Waingapu. Harusnya kasus ini menjadi pertimbangan dalam Fit and Proper Test dalam pemilihan dan pengangkatan dirut Bank NTT. Namun aneh, mengapa hal ini tidak menjadi pertimbangan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam memberikan rekomendasi?" kritik AMMAN FLOBAMORA, GRAK dan FORMADDA NTT. 


Untuk diketahui, urai tiga organisasi itu lebih lanjut, Alex dipercaya menjabat sebagai Kepala Divisi Treasury terhitung 8 Maret 2011–24 Mei 2018. Beliau menjadi Direktur Pemasaran Dana merangkap Plt Direktur Umum terhitung 25 Mei 2018 hingga 10 Juni 2019. Jabatan sebagai Direktur Pemasaran Dana dipegang Alex terhitung 11 Juni 2019–5 Mei 2020. Pada 6 Mei 2020, Alex dipercaya menduduki jabatan Direktur Pemasaran Kredit dan Plt. Direktur Utama. Jabatan ini dipegang Alex hingga 21 Oktober 2020 seiring dengan pelantikan dirinya sebagai Direktur Utama pada 22 Oktober 2020 dan akan menjabat hingga berakhir pada 21 Oktober 2024. Alex tentunya sangat paham seluk-beluk potensi kerugian yang tertulis dalam LHP DDT BPK pada Bank NTT, bukan?.


Lanjut Menurut AMMAN FLOBAMORA, GRAK dan FORMADDA NTT, selain Gubernur VBL dan Aleksander Riwu Kaho, Absalom Sine juga diduga menjadi pihak yang paling bertanggungjawab atas dugaan pencairan kredit fiktif senilai Rp 130 Milyar atas nama PT. Budimas Pundinusa di Bank NTT (Rp 32 M untuk take over kredit dari Bank Artha Graha, Rp 48 M dan penambahan Rp 20 M untuk usaha pembibitan dan penggemukan sapi). 


Absalom Sine merupakan pejabat pemutus kredit Bank NTT saat itu, yang diduga memainkan peranan penting dalam pencairan kredit bernilai fantastis tersebut ke PT. Budimas Pundinusa. 


Terkait dengan dugaan korupsi kredit macet PT. Budimas Pundinusa di Bank NTT ini, pegiat anti korupsi tersebut juga meminta KPK untuk memeriksa Direktur Arta Graha, Indra Sintyng Budianto (ISB) yang diduga terlibat dalam rekayasa take over kredit fiktif PT Budimas Pundinusa Rp 130 M oleh Bank NTT dari Bank Arta Graha.


Untuk diketahui, tulis tiga organisasi pegiat anti korupsi itu lebih lanjut, dari Laporan Hasil Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu (DTT) pada Bank NTT yang dikeluarkan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pada tanggal 14 Januari 2020, potensi kerugian yang dialami oleh Bank NTT kurang lebih 250 Miliar Rupiah. Banyak kredit bermasalah yang gagal bayar dan ujung-ujungnya memaksa management Bank NTT harus melakukan tindakan hapus buku. 


"Yang menarik, adalah ada pola yang hampir sama atau mirip dalam setiap masalah kredit macet yang berujung pada tindakan hapus buku,  yang pada intinya adalah management Bank NTT mengabaikan prinsip kehati-hatian," tegas mereka. 


Dalam LHP tersebut, ungkap AMMAN FLOBAMORA, GRAK dan FORMADDA NTT, BPK menyimpulkan bahwa pengelolaan dana pihak ketiga dan penyaluran kredit komersial, menengah dan korporasi tahun 2018 dan 2019 (s.d. semester I) dilaksanakan tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku dalam semua hal yang material. 


AMMAN FLOBAMORA dan GRAK serta FORMADDA NTT mempertanyakan, apa benar abainya management terhadap prinsip kehati-hatian terjadi begitu saja tanpa adanya rekayasa? Apabila ada rekayasa dalam setiap pelanggaran terhadap prinsip kehati-hatian, maka patut diduga ada tindakan fraud yang terjadi di Bank NTT. (L/TIM).

0/Komentar/Komentar

Lebih baru Lebih lama

Responsive Ad Slot

Responsive Ad Slot