Panik, PH Bupati Malaka Dinilai Bicara Ngawur

Berita-Cendana.Com- KUPANG, - Penasehat Hukum (PH) Bupati Malaka, Dr. Simon Nahak, S.H., MH yakni Silvester Nahak, SH dan Wilfridus Son Lau, SH.,MH dinilai panik sehingga berbicara ngawur tentang Undang-Undang Pers, Kode Etik Jurnalistik (KEJ), Delik Pers dan kerja jurnalistik. 


Demikian tanggapan Ketua Komunitas Wartawan Peduli Pembangunan (KOWAPPEM), Fabian Paulus Latuan pada Jumat (01/04/2022), terkait pernyataan PH Bupati Malaka yang mengatakan bahwa Undang-Undang Pers bukan undang-undang khusus (Lex Specialis), tidak ada delik pers dalam hukum, meralat berita merupakan tindak pidana, undang-undang pers hanya mengatur hak dan kewajiban wartawan dan tidak mengatur tentang delik pers. 


"Saya nilai PH Bupati Malaka berbicara dalam keadaan panik sehingga isi pembicaraannya jadi ngawur. Kalau sebelumnya saya suru belajar tentang hukum dan undang-undang pers, tapi karena bicara ngawur seperti ini, saya sarankan sebaiknya kuliah ulang saja. Jangan mempermalukan diri sendiri," tandasnya. 


Fabian menjelaskan, bahwa Undang-Undang Pers Nomor 40 Tahun 1999 itu lex specialis yang mengatur antara lain: 1)tentang asas, fungsi, hak, kewajiban dan peranan pers. 2)Wartawan, 3)perusahaan pers, 4) Dewan Pers, 5)Pers Asing, 6)Peran serta masyarakat dan Ketentuan Pidana. 


"Itu hanya diatur secara khusus di dalam undang-undang pers. Tidak diatur dalam undang-undang lain. Apakah itu bukan undang-undang khusus (lex specialis)?" bebernya. 


Mengenai delik pers, Fabian menguraikan  bahwa itu diatur di dalam pasal 8 dan pasal 15 ayat (2) serta pasal 18 ayat 2 dan 3 undang-undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers. 


"PH tahu nggak arti kata delik? Kamus Besar Bahasa Indonesia (KKBI) mengartikan delik sebagai perbuatan yang dapat dikenakan hukum karena merupakan pelanggaran terhadap undang-undang tindak pidana. Yang saudara Bupati Malaka laporkan itu adalah perbuatan yang dianggap melanggar atau melawan hukum yang diatur dalam KUH Pidana dan Undang-undang ITE," paparnya. 


Namun, lanjut Fabian, karena hal itu telah diatur secara khusus dalam UU Pers Nomor 40 Tahun 1999. "Maka perbuatan sang wartawan harus ditindak sesuai undang-undang pers. Karena yang disengketakan adalah berita atau produk jurnalistik. Itu yang namanya delik pers," tegasnya. 


Jika, kata Fabian, yang dipermasalahkan itu adalah cuitan sang wartawan di medsos, silahkan pakai undang-undang KHUP dan atau undang-undang ITE untuk memproses hukum sang wartawan. "Karena perbuatan di luar kerja jurnalistik dan produk jurnalistik, wartawan tidak kebal hukum," ujarnya. 


Tentang ralat berita dan tidak dilakukannya permintaan maaf oleh wartawan/media Sakunar.Com, yang oleh PH Bupati Malaka dianggap sebagai perbuatan melawan hukum karena menghilangkan barang bukti tindak pidana, Fabian merasa prihatin terhadap pemahaman hukum PH Bupati Malaka tentang UU Pers dan KEJ. 


"Perbuatan meralat berita dan permintaan maaf terhadap kekeliruan atau kesalahan pemberitaan itu diatur secara khusus dalam UU Pers dan KEJ. Meralat kekeliruan atau/kesalahan pemberitaan itu adalah kewajiban wartawan atau media sehingga tidak bisa dikenakan dengan pasal penghilangan barang bukti tindak pidana sebagaimana diatur dalam KUH Pidana," tegasnya. 


Kalau wartawan/media Sakunar.Com tidak melakukan permintaan maaf, maka yang bersangkutan dapat dikenakan sanksi atau hukum sebagaimana diatur dalam UU Pers dan KEJ. "Kok yang dipersoalkan tentang pelanggaran KEJ tapi yang dijadikan rujukan pidananya adalah KUH Pidana dan UU ITE. itu kan ngawur. Jadi jangan memaksakan logika hukum yang dibangun dengan pemahaman terhadap UU Pers dan KEJ yang sepotong-sepotong (tidak lengkap atau tidak tuntas, red). Itu namanya pemahaman hukum 'kutu loncat'," kritiknya. 


Mengenai pernyataan PH Bupati Malaka yang mengatakan bahwa UU Pers hanya mengatur tentang hak dan kewajiban wartawan, Fabian tertawa sinis. "Itu lebih ngawur lagi dan menyesatkan kalau PH Bupati Malaka mengatakan bahwa undang-undang pers hanya mengatur hak dan kewajiban wartawan. Referensinya dari mana? Bisa baca nggak?" kritiknya. 


Seperti diberitakan sebelumnya (30/03), Bupati Malaka, Dr. Simon Nahak, S.H., MH dan Kuasa Hukumnya, Silvester Nahak, S.H dan Wilfridus Son Lau, S.H.,M.H, disuruh belajar lagi tentang Hukum dan Undang-Undang Pers.


Demikian pernyataan Ketua Komunitas Wartawan Peduli Pembangunan (Kowappem) Nusa Tenggara Timur (NTT) Fabian Paulus Latuan pada Rabu (30/03/2022) menanggapi pernyataan penasehat hukum Bupati Malaka, SN (via sejumlah media online) yang mengatakan bahwa laporannya terhadap wartawan media Sakunar.Com, YGS adalah murni tindak pidana/delik pidana penyebaran berita bohong (hoax).


“Yang saya tahu, Bupati Malaka dan Pengacaranya itu orang-orang yang mengerti hukum, sarjana hukum, master hukum, bahkan doktor hukum, kok nggak ngerti tentang lex specialis dan Undang-Undang Pers Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers. Ini nggak ngerti apa pura-pura nggak ngerti. Kalau masih belum mengerti tentang lex specialis dan Undang-Undang Pers, belajar lagi lah supaya bisa membedakan antara delik pidana dan delik Pers,” tegasnya. (BCC/tim).

0/Komentar/Komentar

Lebih baru Lebih lama

Responsive Ad Slot

Responsive Ad Slot