Berita-Cendana.Com- JAKARTA,- Jaringan Nasional (Jarnas) Anti Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) mengecam Keputusan Kapolda NTT, Irjen Pol. Daniel Tahi Monang Silitonga, S.H.MH melalui Komisi Kode Etik Polri, yang memecat Ipda Rudy Soik dari keanggotaan Polda NTT.
JarNas menilai Keputusan Kapolda NTT dan jajarannya bertentangan (tidak sesuai, red) dengan Peraturan Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Perkapolri Nomor 7 Tahun 2022).
Demikian tanggapan NarNas Anti TPPO melalui press release (rilis tertulis) yang diterima tim media ini pada Sabtu, 12 Oktober 2024 terkait pemecatan Ipda Rudy Soik dari keanggotaan Polda NTT oleh Kapolda NTT.
“Jaringan Nasional Anti Tindak Pidana Perdagangan Orang (JarNas Anti TPPO) mengecam atas Keputusan sanksi berupa pemberhentian dengan tidak hormat (PTDH) dari Dinas Polri kepada Sdr. Rudy Soik. PTDH ini dilakukan oleh Komisi Kode Etik Polri, oleh Komisaris Besar Polisi Robert Antoni Sormin, S.I.K, Kabid Propam Polda NTT selaku Ketua sidang Komisi Kode Etik Polri, yang dalam proses persidangan kode etik tersebut, juga didampingi oleh Ditreskrimsus Polda NTT selaku wakil ketua sidang Komisi dan juga komisaris polisi Nicodemus Ndoloe,” tulis JarNas TPPO.
Menurut JarNas TPPO, Rudy Soik merupakan seorang polisi aktif yang selama ini berhasil dalam menangani kasus-kasus perdagangan orang di Kupang, Nusa Tenggara Timur. Namun karena komitmen dan keberhasilannya dalam menangani kasus perdagangan orang di Kupang, Rudy Soik sering berhadapan dengan orang-orang yang memiliki kepentingan untuk bisnis perdagangan orang.
Mereka merasa terancam karena bisnisnya terganggu oleh kejujuran dan ketegasan seorang Rudy Soik. “Rudy pun akhirnya dipindahkan ke bagian lain karena dianggap mengganggu ketenangan bisnis “Bajual Manusia”. Dalam mengungkapkan kasus-kasus yang terjadi di wilayah Kepolisian Polda Nusa Tenggara Timur, Rudy selalu melakukan tindakan yang cepat dan tidak memikirkan bahwa ada oknum-oknum tertentu yang membackup bisnis yang melanggar hukum tersebut,” sindir JarNas TPPO.
JarNas TPPO menilai tindakan Rudy Soik yang dianggap mengganggu bisnis kelompok-kelompok tertentulah, yang akhirnya membawa Rudy dalam proses sidang etik dan diputuskan dengan pemberhentian dengan tidak terhormat.
Ketua Umum JarNas Anti TPPO, Rahayu Saraswati Djojohadikusumo menilai Keputusan pemberhentian Rudy Soik dari Keanggotaan Polri merupakan kemunduran Institusi Polda NTT sebagai lembaga penegak hukum.
"Ini merupakan kemunduran institusi penegakan hukum. Seharusnya kepolisian memberikan apresiasi atas kerja-kerja anggota polisi seperti Sdr. Rudy Soik, yang banyak membuka tabir kasus-kasus yang merugikan banyak orang. Rudy Soik memiliki latar belakang yang baik dalam membuka kasus-kasus perdagangan orang yang terjadi di Nusa Tenggara Timur," jelas Rahayu Saraswati.
Menurut Rahayu, Rudy Soik memiliki track record yang baik dalam menjalankan tugasnya sebagai anggota POLRI. Pemberhentian dengan tidak hormat terhadap Rudy hanya bisa terjadi, jika dirinya sebagai anggota terbukti melakukan pelanggaran hukum yang berat.
“Pelanggaran berat apa yang bersangkutan telah lakukan sehingga layak diberhentikan dengan tidak hormat? Saya menghimbau seharusnya Kepolisian, khususnya tim Etik melakukan evaluasi pelanggaran seperti apa sehingga sampai pada pemberhentian," tannya Rahayu Saraswati.
Sementara itu, Romo Chrisanctus Paschalis Saturnus (selaku Ketua Harian JarNas Anti TPPO) melalui sambungan telepon selulernya (11/10) mengaku sangat menyayangkan keputusan Polda NTT memecat Rudy Soik.
Romo Pascal memastikan JarNas Anti TPPO akan mendukung Rudy Soik dalam memperjuangkan hak-haknya. "Kami akan mengirimkan surat ke Kapolri terkait dengan Keputusan Pemberhentian ini," tegasnya.
Untuk diketahui, Ipda Rudy Soik resmi dipecat dari keanggotaan Polda NTT pada Jumat (11/10/2024) dari pukul 10.00 WITA hingga 17.00 WITA di ruangan Direktorat Tahti Lantai II Polda NTT. Hal ini dikonfirmasi oleh Kabid Humas Polda NTT Kombes Pol. Ariasandy kepada media setelah sidang putusan pemecatan Rudy Soik.
"Sidang pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) sudah dilaksanakan, karena Ipda Rudy terbukti melanggar kode etik profesi Polri," ujar Ariasandy.
Ia menjelaskan, bahwa Rudy Soik dianggap tidak profesional dalam penyelidikan dugaan penyalahgunaan BBM dengan melakukan pemasangan garis polisi di lokasi milik Ahmad Anshar dan Al Ghazali Munandar di Kelurahan Alak dan Fatukoa, Kota Kupang.
Rudy dinyatakan melanggar sejumlah peraturan, termasuk Pasal 13 ayat 1, Pasal 14 (1) huruf b Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2003 tentang Pemberhentian Anggota Polri, serta beberapa pasal dalam Perpol Nomor 7 Tahun 2022 tentang Kode Etik Profesi Polri.
Ipda Rudy Soik juga sempat dituduh selingkuh saat menyelidiki kasus penimbunan BBM ilegal di lokasi milik Ahmad. Tuduhan tersebut muncul saat Rudy bersama timnya menyelidiki kasus tersebut sebagai KBO Reskrim Polresta Kupang. Namun, tuduhan ini dinyatakan tidak berdasar.
Rudy Soik dengan tegas membantah semua tudingan tersebut. Ia menjelaskan, bahwa setelah melakukan penyelidikan, ia dan timnya makan siang di Restoran Masterpiece yang berjarak hanya 100 meter dari Markas Polda NTT.
"Tempat itu sering digunakan oleh ibu-ibu Bhayangkari untuk acara makan," jelas Rudy sembari menunjukkan bukti rekaman CCTV dan izin restoran.
Rudy merasa bahwa tuduhan tersebut seolah sengaja dibangun oleh Ariasandy untuk menciptakan kesan buruk terhadap timnya. "Padahal kegiatan makan siang itu diketahui oleh Kapolresta Kupang, Kombes Pol Aldian Manurung," ujar Rudy.
Lanjutnya, bahkan Kapolresta Kupang, Kombes Pol. Aldinan Manurung dalam jumpa persnya pada Kamis (04/07/2024) membantah tuduhan perselingkuhan tersebut. Ia menegaskan saat itu bahwa timnya sedang menjalankan tugas operasi mafia BBM ilegal berdasarkan surat perintah yang sah.
Dalam kasus ini, Rudy Soik juga mengungkapkan beberapa kejanggalan terkait keterlibatan Ahmad, pelaku penimbunan BBM ilegal, yang memiliki kedekatan dengan anggota Paminal Propam Polda NTT.
Menurut Rudy, Ahmad pernah memberikan suap sebesar Rp. 30 juta kepada oknum anggota Shabara Polda NTT.
"Yang diproses hanya oknum anggota Shabara, sementara Ahmad tidak diproses pidana," kata Rudy, mempertanyakan keadilan dalam penanganan kasus tersebut.
Rudy menegaskan, bahwa pemasangan police line di tempat penampungan BBM ilegal adalah bagian dari rangkaian penyelidikan dan dilakukan atas perintah atasan.
Ia bahkan mempertanyakan mengapa dirinya yang justru disalahkan dan diancam dimutasi ke Papua. "Ini bukan maunya saya, ini perintah atasan. Tapi kenapa saya yang disalahkan?" tanya Rudy, yang merasa tindakan pemutasian ke daerah operasi militer di Papua adalah langkah diskriminatif.
Lebih jauh, Rudy menyatakan bahwa pemutasian ini tampaknya dimaksudkan untuk menyelamatkan NTT dari mafia BBM serta perdagangan manusia. "Tapi, kenapa saya yang dijadikan alasan pemberatan dan dimutasi ke Papua?" lanjut Rudy.
Rudy Soik dikonfirmasi awak media pada Jumat (11/10/2024) malam membenarkan informasi pemberhentian dirinya itu. "Benar bang, saya dihadapkan dengan oknum mafia BBM yang sudah mengakar," ujarnya.
Menanggapi keputusan pemecatan ini, Rudy dengan tegas menyatakan bahwa ia akan mengajukan banding. "Saya ajukan banding," tegasnya.(*).
Posting Komentar