Berita-Cendana.Com- Kupang,- Dosen Sosiologi Undana melakukan kegiatan Pengabdian Masyarakat (PKM) Pelatihan Pembuatan Pupuk Organik bagi Petani di Laboratorium Lahan Kering Undana. Kegiatan ini bertujuan untuk memberdayakan masyarakat sekitar Laboratorium Peternakan lahan kering.
Demikian dilaksanakan di lapangan Laboratorium Peternakan lahan kering Undana oleh Dosen Sosiologi FISIP Undana pada Rabu, 26 November 2025.
Menurut Aris Lambe, ketua pelaksana, kegiatan ini dilatarbelakangi oleh tantangan utama yang dihadapi petani setempat, yaitu ketergantungan yang tinggi terhadap pupuk kimia. Ketergantungan ini tidak hanya membebani ekonomi petani akibat harga pupuk yang terus melambung dan distribusi yang tidak merata, tetapi juga telah menyebabkan penurunan kesuburan tanah secara jangka panjang, ditandai dengan tanah yang mengeras dan kehilangan aktivitas mikroorganisme menguntungkan, jelasnya.
Melihat potensi besar limbah pertanian dan peternakan lokal yang belum dimanfaatkan, pelatihan ini dirancang sebagai solusi nyata untuk mentransformasi limbah tersebut menjadi pupuk organik yang bernilai ekonomi dan ramah lingkungan. Pelatihan dilaksanakan dengan pendekatan partisipatif yang memadukan teori dan praktik langsung, kata Aris Lambe.
Materi pelatihan mencakup pengenalan jenis-jenis pupuk organik (kompos, pupuk kandang, dan pupuk cair), identifikasi dan pengelolaan bahan baku lokal (seperti kotoran ternak, jerami, dan limbah dapur), serta teknik pembuatan yang tepat mulai dari pencampuran, fermentasi, hingga penentuan kematangan pupuk. Aspek manajemen waktu dan kualitas pupuk, termasuk cara mengontrol suhu dan kelembaban, juga menjadi fokus pembelajaran. Salah satu komponen kunci dalam pelatihan ini adalah transfer teknologi tepat guna, khususnya melalui pengenalan dan praktik pembuatan Mikroorganisme Lokal (MOL), jelas Ketua Panitia.
Petani diajarkan untuk membuat bioaktivator, buat dari bahan-bahan yang mudah ditemui di sekitar mereka, seperti nasi basi, air cucian beras, dan gula merah. Keberhasilan pembuatan MOL yang ditandai dengan aroma asam dan tekstur tertentu menjadi momen pembuktian bagi petani bahwa mereka dapat menciptakan input pertanian berkualitas secara mandiri dan murah, sehingga mengurangi ketergantungan pada produk komersial seperti EM4.
Antusiasme peserta tampak jelas selama sesi praktik. Petani secara aktif terlibat dalam mengumpulkan bahan, mencacah, mencampur dengan rasio karbon dan nitrogen yang tepat, menyusun tumpukan kompos, dan memantau proses fermentasi. Diskusi-diskusi spontan dan saling berbagi pengalaman antar petani menciptakan dinamika kelompok yang hidup dan memperkaya proses belajar.
Banyak peserta yang menyadari untuk pertama kalinya bahwa limbah yang selama ini dibuang atau dibakar justru menyimpan potensi ekonomi dan ekologis yang besar. Dampak dari pelatihan ini bersifat multidimensi. Secara teknis, petani kini memiliki kemampuan untuk memproduksi pupuk organik berkualitas, yang ditandai dengan tekstur remah, warna gelap, dan aroma khas humus.
Secara ekonomi, mereka dapat menghemat biaya produksi hingga 30% per musim tanam dengan mengganti pupuk kimia yang mahal. Uji coba awal di lahan menunjukkan hasil yang positif, seperti perbaikan struktur tanah yang menjadi lebih gembur dan daya serap air yang meningkat, serta tanaman yang tampak lebih hijau dan sehat. Lebih dari sekadar keuntungan teknis dan ekonomi. Pelatihan ini memicu transformasi sosial dan paradigma.
Terjadi peningkatan kesadaran ekologis di kalangan petani; mereka mulai memandang limbah sebagai sumber daya dan tanah sebagai ekosistem hidup yang perlu dipelihara. Solidaritas sosial menguat dengan terbentuknya inisiatif kelompok kerja untuk memproduksi pupuk secara kolektif, berbagi alat, dan merencanakan sistem distribusi. Keterlibatan perempuan dan generasi muda juga cukup signifikan, menandai potensi regenerasi dan inovasi dalam pertanian lokal.
Bagi mahasiswa dan tim UNDANA yang terlibat, kegiatan ini menjadi pengalaman pembelajaran transdisipliner yang berharga dalam membangun jembatan antara ilmu akademik dan kebutuhan riil masyarakat. Meski berhasil, pelatihan ini juga menghadapi tantangan, terutama terkait lamanya waktu fermentasi kompos yang membutuhkan kesabaran dan konsistensi dalam perawatan.
Namun, tantangan ini justru menjadi ruang pembelajaran bagi petani tentang arti proses dan ketekunan dalam pertanian berkelanjutan. Sebagai tindak lanjut, muncul berbagai usulan dari peserta, seperti pelatihan lanjutan tentang budidaya organik lengkap, pembentukan demplot percontohan, pendirian koperasi petani, dan pendampingan berkelanjutan untuk memastikan adopsi teknik dalam jangka panjang. Secara keseluruhan, pelatihan ini telah berhasil menanamkan benih perubahan menuju sistem pertanian yang lebih mandiri, sehat, dan berkelanjutan di Kelurahan Lasiana.
Model pelatihan partisipatif berbasis sumber daya lokal ini terbukti efektif dalam membangun kapasitas dan kepercayaan diri petani, serta berpotensi besar untuk direplikasi di desa-desa lain di Nusa Tenggara Timur yang menghadapi tantangan serupa. Kolaborasi yang erat antara akademisi, pemerintah desa, dan komunitas petani menjadi kunci utama untuk memperkuat dan memperluas dampak positif dari inisiatif ini di masa depan. (*).

Posting Komentar