Migrant Watch Kritik Turnamen Golf Menteri: Simbol Kepedulian terhadap Pekerja Migran yang Salah Arah

 

Berita-Cendana.Com- Jakarta,- Migrant Watch menyampaikan keprihatinan mendalam atas rencana penyelenggaraan Turnamen Golf Piala Menteri Pelindungan Pekerja Migran Indonesia Tahun 2025.

Di tengah berbagai persoalan serius yang terus membelit kehidupan Pekerja Migran Indonesia (PMI) mulai dari kekerasan, eksploitasi, hingga lemahnya perlindungan hukum.

Turnamen golf yang lekat dengan kemewahan dan eksklusivitas justru digelar atas nama kepedulian terhadap mereka. Hal ini dinilai tidak hanya tidak relevan, tetapi juga menunjukkan disonansi simbolik yang menyakitkan.

Menurut Direktur Eksekutif Migrant Watch, Aznil Tan, penyelenggaraan turnamen ini mencerminkan ketimpangan empati serta ketidaktepatan dalam merepresentasikan perjuangan dan nasib PMI.

“Pekerja migran kita berasal dari kalangan masyarakat rentan, mayoritas hidup dengan penghasilan rendah. Menggunakan golf sebagai simbol solidaritas adalah ironi yang menyakitkan,” ujarnya.

Ia juga menambahkan bahwa kegiatan semacam ini rawan menjadi panggung seremonial elite yang jauh dari kenyataan hidup para pekerja migran.

“Kegiatan seperti ini justru memperlebar jarak simbolik antara pengambil kebijakan dan rakyat yang mereka wakili,” lanjutnya.

Migrant Watch turut menyoroti tidak adanya transparansi mengenai manfaat konkret dari turnamen ini, terutama terkait alur dana dan tujuan penggunaannya. Tanpa kejelasan tersebut, kegiatan ini dikhawatirkan hanya menjadi simbolisme kosong yang tidak berdampak nyata bagi PMI.

“Ini hanya jadi simbolisme semu. Mengatasnamakan kelompok tertindas tanpa keterlibatan dan keberpihakan yang nyata adalah bentuk pengingkaran terhadap prinsip keadilan sosial, yang seharusnya menjadi dasar dalam setiap kebijakan migrasi,” tegas Aznil.

Migrant Watch menyerukan agar Menteri Pelindungan Pekerja Migran Indonesia membatalkan turnamen tersebut dan mengalihkan seluruh anggaran serta sumber daya ke program-program nyata yang benar-benar menyentuh kehidupan PMI dan keluarganya.

Pemerintah juga didorong untuk lebih bijak dalam memilih bentuk kegiatan yang mewakili semangat perjuangan pekerja migran, serta melibatkan komunitas PMI, organisasi masyarakat sipil, dan lembaga advokasi dalam setiap proses perencanaan kebijakan atau kegiatan yang mengatasnamakan mereka.

“Perlindungan pekerja migran tidak bisa diperjuangkan dengan ayunan stik golf dan acara mewah,” ujar Aznil Tan. “Keadilan bagi pekerja migran hanya bisa dicapai melalui keberpihakan nyata, kerja-kerja konkret di lapangan, dan kebijakan yang berpihak,”. (*).


0/Komentar/Komentar

Lebih baru Lebih lama

Responsive Ad Slot

Responsive Ad Slot