Berita-Cendana.Com- Kupang,- Direktorat Jenderal Pajak (DJP) melalui Keterangan Tertulis Nomor KT-14/2025 menyampaikan rencana penunjukan marketplace sebagai pemungut Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 atas transaksi penjualan barang yang dilakukan oleh merchant yang berjualan melalui skema Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE).
Kepala Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Kupang Rimedi Tarigan menyambut baik rencana pengaturan pajak ini. Rimedi menegaskan bahwa ketentuan ini bukan merupakan pajak baru, melainkan pergeseran (shifting) mekanisme pembayaran pajak, dari pembayaran PPh secara mandiri oleh penjual online menjadi sistem pemungutan PPh Pasal 22 oleh marketplace sebagai pihak yang ditunjuk.
“Pada prinsipnya, pajak penghasilan dikenakan atas setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, termasuk dari hasil penjualan barang dan jasa secara online. Kebijakan ini akan menyederhanakan proses administrasi perpajakan agar lebih mudah dan berkeadilan,” terang Rimedi.
Rimedi menambahkan, kebijakan ini tidak mengubah prinsip dasar tersebut, namun justru memberikan kemudahan bagi pelaku usaha online dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Sistem perpajakan Indonesia yang menganut prinsip self assessment memberikan kewenangan kepada setiap Wajib Pajak untuk menghitung, menyetor, dan melaporkan sendiri kewajiban perpajakannya.
“Dengan adanya pengaturan pemungutan PPh oleh marketplace, kewajiban perpajakan yang harus dipenuhi oleh pelaku usaha dapat dilakukan dengan lebih sederhana dan terintegrasi dengan platform tempat mereka berjualan,” ujar Rimedi.
DJP juga memastikan bahwa pelaku usaha orang pribadi dalam negeri dengan omzet sampai dengan Rp 500 juta per tahun tetap tidak dikenakan PPh dalam skema ini. Sehingga, pelaku UMKM tetap mendapatkan fasilitas pajak sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku.
Selain menciptakan kemudahan administrasi perpajakan, kebijakan ini juga dirancang untuk menciptakan keadilan melalui perlakuan pajak yang setara antar pelaku usaha, baik yang menjalankan usaha online maupun konvensional, tanpa menambah beban atau menciptakan jenis pajak baru.
Rimedi juga menuturkan kebijakan ini diharapkan dapat meningkatkan kepatuhan pajak dan memperkuat pengawasan terhadap aktivitas ekonomi digital dan menutup celah shadow economy yang kerap muncul akibat ketidakpatuhan maupun ketidakpahaman yang dialami oleh pelaku usaha khususnya yang berjualan dengan sistem elektronik.
“Masih terdapat pedagang online yang belum menjalankan kewajiban perpajakannya dengan baik akibat kurangnya pemahaman maupun keengganan menghadapi proses administratif yang dianggap rumit. Dengan melibatkan marketplace sebagai pihak pemungut, diharapkan pemungutan PPh Pasal 22 ini dapat mendorong kepatuhan yang proporsional, serta memastikan bahwa kontribusi perpajakan mencerminkan kapasitas usaha secara nyata,” tutur Rimedi.
Peraturan mengenai penunjukan marketplace sebagai pemungut PPh Pasal 22 saat ini masih dalam tahap finalisasi di internal pemerintah. Proses penyusunan kebijakan ini telah melalui kajian dan pembahasan bersama pemangku kepentingan, termasuk pelaku industri e-commerce dan kementerian/lembaga terkait. Sejauh ini, para pemangku kepentingan menunjukkan dukungannya terhadap tujuan pemerintah dalam mendorong tata kelola pajak yang lebih adil dan efisien seiring dengan perkembangan teknologi informasi.
“Apabila aturan ini telah resmi ditetapkan, kami akan menyampaikannya secara terbuka, lengkap, dan transparan kepada publik untuk memberikan kejelasan dan kepastian hukum bagi para pelaku usaha dan masyarakat,” tutup Rimedi.(*).
Posting Komentar